Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nasional, Dwikorita Karnawati mengingatkan Provinsi Maluku termasuk daerah memiliki wilayah rawan bencana gempa, tsunami dan lainnya.

AMBON, SPEKTRUM – Bahkan, BMKG memperkirakan setelah disurvei Kota Ambon, bisa disapu gelombang tsunami 6 meter hingga 10 meter, lantaran masuk patahan rawan.

Rita mengakui, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejumlah peneliti dan pakar dari dalam dan luar Negeri, wilayah Kota dan Pulau Ambon merupakan salah satu daerah paling rawan terjadi gempa bumi dan tsunami.

Penyebab tsunami di Ambon dan Maluku pada umumnya selain disebabkan gempa tektonik, juga dikarenakan longsoran di dasar laut serta erupsi gunung api dibawah laut.

“Laut Banda misalnya yang berhadapan langsung dengan Pulau Ambon merupakan laut terdalam dan curam, tebingnya bisa longsor dan menimbulkan gelombang pasang,” ujarnya dalam pertemuan bersama Pemprov Maluku dan Pemkot Ambon pekan kemarin di Kantor Gubernur Maluku.

Dia menambahkan, tinjauan lapangan yang dilakukan bersama tim BMKG di wilayah Maluku akan digunakan untuk memperbaharui peta zona rawan tsunami dan peta dan jalur evakuasi di Teluk Ambon maupun di Maluku Tengah dan SBB.

Berdasarkan hasil riset sebelumnya, sumber pembangkit gempa di Maluku adalah beberapa daerah patahan aktif yakni sesar Buru Utara M 7,4, Sesar Buru M7,0, Sesar Manipa M7,4 dan sesar Bobot M7,5.

Menurutnya sudah banyak yang melakukan riset penelitian di Provinsi Maluku baik perguruan tinggi dalam maupun luar negeri namun tindak lanjut tidak dilakukan.

“Kita rawan gempa tsunami tetapi tetap melakukan pembangunan. Ini mesti diwujudkan dengan langkah di lapangan. Kita datangi bersama pemerintah agar bisa melakukan langkah mencegah terjadi korban jiwa apabila terjadi gempa dan tsunami. Pantai di Provinsi Maluku perlu di mitigasi agar tidak ada korban jiwa,” ungkapnya.

Jembatan Merah Putih (JMP) jadi icon Provinsi Maluku. (ist)

Dari hasil survei yang dilakukan mulai dari beberapa titik di kota Ambon ini juga menjadi titik patahan rawan.

“Namun bukan berarti daerah rawan gempa tsunami daerahnya tidak berkembang. Nah langkah memitigasi gempa dan tsunami agar tidak menimbulkan korban jiwa,” ujarnya.

Dikatakan, daerah rawan tidak hanya di Ambon tetapi di Jawa juga.

“Dimana kejadian gempa bumi di Maluku mengalami kenaikan peningkatan terutama pada tahun 2019 yaitu 5.101 dengan berbagai kekuatannya, tahun 2020 mengalami penurunan tetapi trendnya masih peningkatan dibandingkan tahun 2019 yaitu 3.139,” jelasnya.

Ia mengaku sejarah gempa dan tsunami di Indonesia frekuensi tertinggi berada di Maluku.

“Pantai di Provinsi Maluku perlu dimitigasi agar tidak ada korban jiwa. Kami tadi kunjungi RSUP Johannes Leimena perlu dicek desain mampu tahan gempa 7,5 atau tidak,” ungkapnya.

Terkait titik pada RSUP Leimena, ia meminta pemerintah daerah harus menyikapinya. Dia menegaskan, berdasarkan hasil penelitian dan pemodelan tsunami dapat terjadi di Ambon dengan ketinggian antara 6-10 meter, dengan perkiraan waktu tiba sembilan menit.

“Karena itu penentuan waktu warga untuk menyelamatkan diri harus diperhitungkan dengan benar, sehingga menghindari jatuhnya korban jiwa saat bencana,” katanya. (HS-16)