Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek irigasi Sari Putih Kecamatan Kobi-Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku secepatnya dituntaskan. Utamanya empat tersangka yang ditahan dikembalikan ke Rutan Klas IIB Masohi.
AMBON, SPEKTRUM – Kejaksaan Agung (Kejagubg) RI di Jakarta, didesak untuk mengevaluasi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Maluku Tengah Juli Isnur Boi. Dia dinilai kurang transparan dalam menangani kasus ini.
“Aneh saja, empat tersangka itu baru ditahan beberapa hari, dengan alasan sudah kembalikan kerugian negara, lalu mereka ditangguhkan. Ini sangat tidak relevan,” ujar Pegiat Anti Korupsi Charles Ngingi, kepada Spektrum Senin (13/04/2020).
Menurutnya, Kajari Maluku Tengah, Juli Isnur Boi, patut bertanggungjawab dengan masalah ini. Sebab, dalam penegakan hukum kasus dugaan tipikor proyek irigasi Sari Putih itu, ada kejangalan.
Sebab, empat tersangka yang baru ditahan di Rutan Klas IIB Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, ditangguhkan penahanan mereka, oleh pihak Kejari Malteng dalam waktu yang tidak tepat.
Seharusnya, lanjut Charles, jika ada keinginan para tersangka mengembalikan kerugian negara, sepatutnya itu dilakukan saat mereka ditetapkan menjadi tersangka.
“Kalau mereka punya niat baik mengembalikan kerugian negara seperti yang sudah disamapikan pihak Kejari Malteng, mengapa pada waktu penetapan tersangka, para tersangka ini tidak mengembalikan uang negara? mengapa sudah jadi tersangka dan ditahan, baru alasan sudah mengembalikan uang negara? kami minta ada transparani dan sikap profesional pihak Kejari Malteng dalam menagani kasus ini. Jangan bikin perkara ini menajdi bias,” tegasnya.
Karena janggal, dia meminta Jaksa Agung Muda Bagian Pengawasan dan Komisi Kejaksaan Kejagung RI, mengevaluasi Kajari Malteng Juli Isnur Boi.
“Kami minta pihak Kejagung RI Bagian Pengawasan mengevaluasi Kajari Malteng Juli Isnur Boi. Karena aneh bersangkutan menangguhkan tersangka korupsi bertolak belakang dengan semangat pemerintah menegakan hukum utamanya pemberantsan korupsi,” tandasnya.
Ia membandingkan dengan kasus dugaan illegal logging dimana ada keluarga yang meminta agar tersangka ditangguhkan, namun pihak Kejari Malteng tidak bisa melakukan hal itu. tapi di kasus korupsi proyek Irigasi Sari Putih, justru Kejari Malteng justru mudah menangguhkan empat tersangka tersebut.
“Saya kira ini bisa menjadi acuan Kejagung RI mengevaluasi saudara Kajari Malteng Juli Isnur Boi,” desaknya.
Sementara itu, dia juga meminta Kejari Malteng untuk membuka peran mantan Kepala dinas PU Maluku, Ismail Usemahu, yang notabenenya Kuasa Pengguna Anggaraaaan, tapi hanya dijadikan sebagai tersangka.
“Kan bersangkutan KPA, otomatis dia mengetahui alur proyek tersebut hingga tuntas. Ada kejahtan dalam proyek irigasi itu, menagpa mantan Kadis PU maluk itu hanya sebagai saksi? Kami harap pihak Kejari Malteng membuka kasus ini kembali,” pintanya.
Sebelumnya, Juli Isnur Boi mengklaim, pengembalian kerugian keuangan oleh tersangka Beni Lyando, Yonas Riuwpassa, Markus Tahya dan Ahmad Litiloly, atas kesadaran mereka sendiri.
“Kerugian keuangan negara dikembalikan dengan kesadaran langsung dari pelaku,” katanya.
Padahal, penahanan terhadap empat tersangka yakni, Beni Lyando, Yonas Riuwpassa, Markus Tahya, dan Ahmad Litiloly telah dilakukan. Namun, empat hari berikutnya, Kajari Malteng menangguhkan penahanan mereka, setelah Penasehat Hukum melobi pihak Kejari Malteng.
Ditengarai pembayaran administrasi untuk penangguhan penahanan empat tersangka itu, diduga dibiayai oleh Ismail Usemahu, mantan Kadis PU ProvinsI Maluku, sekarang Kadis Perhubungan Provinsi Maluku.
Diketahui, perkara ini Kejari Malteng menetapkan lima orang tersangka. Masing-masing Beny Liando (kontraktor), Yonas Riuwpassa, Direktur Utama PT Surya Mas Abadi, Markus Tahya (Direksi), dan Mad Litiloly, PPTK, dan Megy Samson, mantan Kabid Pengembangan Sumber Daya Air Dinas PU Provinsi Maluku. Empat tersangka sebelumnya ditahan, namun kemudian ditangguhkan oleh Kajari Malteng.
Proyek peningkatan saluran Irigasi Sari Putih, Kecamatan Kobi-Seram Utara Kabupaten Malteng tahun 2016/2017 senlai Rpp.2 miliar lebih. Dananya bersumber dari APBD Provinsi Maluku. Saat itu, Ismail Usemahu Kadis PU Maluku (KPA), tapi tidak ditetapkan sebagai tersangka. Padahal proyek ini faktanya mangkrak, dan berpotensi korupsi. (S-05/S-14)