AMBON, SPEKTRUM – Kejaksaan Tinggi Maluku belum menetapkan status hukum Ferry Tanaya dalam kasus transaksi jual beli lahan di Namlea. Namun, sejumlah jaksa pilihan sudah disiapkan untuk menjebloskan raja kayu itu ke penjara.
Sehari sebelumnya, Ferry Tanaya menyerang lembaga hukum negara itu dari belakang. Pria yang disebut ‘Raja Tanah’ di Pulau Buru ini menuding Kejati Maluku lakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), bersama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Namlea, Kabupaten Buru.
Gugatan PMH ini telah didaftarkan Ferry Tanaya di Pengadilan Negeri (PN) Namlea tertanggal 22 Januari 2021. BPN Namlea sebagai tergugat I dan Kejati Maluku selaku tergugat II.
Menyikapi itu, Kasie.Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette menegaskan, belum mendapat pemberitahuan gugatan tersebut. Namun, pihak Kejati selaku lembaga hukum tentu siap untuk melawan proses gugatan Ferry.
“Sampai saat ini kami belum menerima pemberitahuan tentang adanya gugatan tersebut. Namun demikian, sekiranya benar ada gugatan, maka kami siap menghadapi gugatan tersebut. Apalagi kami mempunyai Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang setiap saat siap menghadapi gugatan,” tegas Samy.
Menyinggung apakah, saat gugatan perdata itu berjalan dapat menangguhkan penyidikan pidana Jaksa atas kasus lahan 6,4 meter persegi yang dijual Ferry Tanaya ke pihak PLN untuk pembangunan proyek PLTMG Namela itu, Samy menanggapinya santai. Menurutnya, akan dikaji lebih dulu.
“Jika sekiranya ada permintaan seperti itu akan kami kaji,” singkat Sapulette.
Sebelumnya, Ferry Tanaya lewat Kuasa Hukumnya, Henri Lusikooy mengatakan, terkait objek lahan 6,4 meter persegi terjadi sengketa kepemilikan baik Ferry Tanaya maupun Kejati Maluku selaku tergugat II dalam gugatan PMH tersebut.
Pasalnya, kata dia, objek lahan tersebut dilepaskan Ferry Tanaya ke pihak PLN untuk pembangunan proyek PLTMG Namela itu adalah sah milik Ferry. Namun, tergugat II (Kejati Maluku) mengkleim tanah tersebut adalah milik Negara.
“Tergugat II, dia mengkleim bahwa, tanah yang dilepaskan Ferry kepada PLN adalah tanah Negara. Sementara Ferry mengkleim tanah itu adalah miliknya. Sehingga ada sengketa kepimilikan di atas tanah itu. Nah, yang bisa memutuskan siapa peniliknya adalah Pengadilan dari sisi keperdataan. Makanya kita gugat PMH. BPN Namlea selaku tergugat I, Kejati Maluku tergugat II,” jelas Hendri kepada media ini, Minggu 24 Januari 2021.
Menurutnya, sengketa kepimilikan ini harus diuji secara keperdataan di Pengadilan. Sehingga, tidak salah arah. Apalagi, lanjut dia, saat ini tergugat II sedang melakukan rangkaian penyidikan terhadap kasus tersebut dengan dalil penjualan tanah Negara oleh Ferry Tanaya.
Sementara tergugat I, lanjut Henri, melaluu Kanwil BPN Maluku telah mengeluarkan peta bidang atas bidang tanah yang dimiliki oleh Ferry Tanaya yang juga diketahui oleh tergugat 1. Akan tetapi tergugat 1 tidak mampu membantah kleim yang dilakukan oleh Kejati Maluku selaku tergugat II.
“PMH ini kita daftar tanggal 22 Januari 2021 dengan register Nomor: 02/Pdt.G/2021/PN.NLA. Oleh karena itu, proses penyidikan pidana yang dilakukan oleh tergugat II menurut pasal 81 KUHAP harus ditangguhkan selama prayudisia berlangsung. Saat ini, kita hanya menunggu panggilan sidang dari pengadilan saja,” ujar Henri.
Sekdar tau, kasus PLTMG Namlea tahun 2015 ini tengah dalam penyidikan Kejati Maluku. Audit kerugian keuangan Negara oleh BPKP Maluku juga dikantongi dengan nilai kerugian atas kasus tersebut senilai Rp.6 miliar lebih.
Ferry Tanaya digadang orang yang bertanggung jawab atas penjulan lahan negara kepada PLN itu. Ferry sendiri awalnya sudah tersangka, namun kembali bebas melalui praperadilan yang diajukan olehnya saat itu, dan hakim Rahmat Selang membebaskannya.
Jaksa tak tinggal diam. Sehari setelah vonis praperadilan itu, mereka menerbitkan SPRINDIK untuk kembali menyeret Ferry Tanaya.
Kepala Kejati Maluku, Rorogo Zega mengatakan, perbuatan pidana Ferry Tanaya dalam kasus penjualan lahan untuk pembangunan PLTMG di Namlea, itu ada. Hanya saja secara formil atau administrasi penyidikannya telah dibatalkan oleh putusan praperadilan.
“Tidak bermasalah, karena perbuatannya itu belum diputuskan pengadilan atau belum dipertimbangkan oleh pengadilan. Yang dipertimbangkan pengadilan adalah penyidikannya. Makanya putusannya membatalkan penetapan tersangka, perbuatan pidananya belum di apa-apain,” jelasnya.
Mantan Kepala Kejari Ambon ini mengungkapkan, Ferry Tanaya tidak memiliki rumah dan tanah di Pulau Buru. Hal ini diketahui setelah Kejati Maluku meminta BPN setempat melakukan tracing terhadap aset Tanaya di Buru.
“Kami sudah minta ke BPN untuk melakukan tracing aset terdakwa di Buru, dan tidak tercatat juga atas nama Ferry Tanaya, tidak ada. Dan sudah ada buktinya di kita. Bahwa Ferry Tanaya tidak punya rumah ataupun tanah di Buru itu,” serag Zega.
Zega mengatakan, transaksi jual beli lahan antara pihak UIP Maluku dengan Ferry Tanaya berakibat Abdul Gafur Laitupa yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru turut ditetapkan sebagai tersangka.
Laitupa yang memuluskan transaksi jual beli itu, sehingga PLN membayar Rp.6,3 miliar kepada Ferry Tanaya.
“Nih, Gafur tidak mengatakan ini ada nomor peta bidangnya dan bisa dibayar. Maka dia yang memuluskan pembayaran. Bukti hak tanah Ferry Tanaya tidak ada,” akui Zega.
Zega menambahkan, pihaknya akan marathon melakukan penyidikan, agar kasus ini kembali dilimpahkan ke Pengadilan. “Jadi, kita marathon dan kita lakukan secepatnya. Ferry Tanaya sudah dijadwalkan untuk diperiksa,” tandasnya. (S-07)