DPRD dan Warga Kota Satu Suara “Hentikan Pembangunan Lapak”

AMBON, SPEKTRUM – DPRD dan warga Kota Ambon satu suara menolak pembangunan lapak dalam Terminal Mardika. Bahkan, Komisi III DPRD Kota Ambon melakukan tinjauan lapangan ke lokasi pembangunan lapak oleh Pemerintah Provinsi Maluku melalui pihak ketiga, Rabu (22/2/2023).

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Ambon, Morits Tamaela mengatatan, on the spot yang dilakukan Komisi III ke lokasi pembangunan lapak untuk memastikan siapa yang ada dibalik pembangunan lapak tersebut.

“Supaya dari hasil tinjauan ini, kita siapkan langkah-langkah apa yang harus diambil untuk kemudian dibahas bersama penjabat Wali Kota dan Sekkot Ambon,” kata Morits
Menurutnya, satu pembangunan yang dilakukan di dalam wilayah administratif kota Ambon, maka harus diketahui oleh DPRD dan Pemerintah Kota Ambon.

“Kok dapur kita dikelola pihak ketika tanpa sepengetahuan kami. Itu kan aneh,” herannya
Dikatakan, DPRD sebagai perwakilan rakyat Ambon sangat menghormati kewenangan dan hak dari Pemerintah Provinsi Maluku.

Tapi, Pemprov juga harus ingat bahwa ada potensi retribusi yang harus dikelola oleh Pemkot Ambon. Pemerintah hanya berkaitan dengan pajak, tapi penarikan retribusi milik Pemkot Ambon.

“Pertanyaanya, siapa yang nantinya mengatur pedagang itu, kok pihak ketiga? Lantas Disperindag Kota Ambon dikemanakan,” tandasnya.

Sebelumnya, Komisi III DPRD Kota Ambon meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku untuk segera menghentikan pembongkaran dan pembangunan lapak di kawasan Terminal Mardika Ambon, yang kini ditangani PT. Bumi Perkasa Timur (BPT).

Wakil Ketua Komisi III, Morits Tamaela mengatakan, lapak yang sebelumnya berada di kawasan Terminal Mardika Ambon dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Ambon.

Jika kemudian Pemprov Maluku menyetujui untuk pembongkaran lapak tanpa koordinasi sebelumnya dengan Pemkot dan DPRD Ambon, maka ini satu tindakan pelecehan.
“Hari ini kami merasa dilecehkan oleh Pemprov Maluku. Kok seenaknya Pemprov Maluku membongkar lapak tanpa pengetahuan Pemkot dan DPRD Ambon. Kami minta pengerjaan harus dihentikan,” kata Morits Tamaela kepada wartawan di Gedung DPRD Kota Ambon, Selasa (21/2/2023).

Akibat pembangunan lapak yang dilakukan PT Bumi Perkasa Timur (BPT), ratusan sopir angkutan kota (Angkot) dikoordinir Asosiasi Sopir Angkot Kota Ambon (ASKA) lakukan unjuk rasa (demo) di Kantor Gubernur Maluku, Rabu (22/02/2023).

Ratusan sopir ini menyuarakan ketidakadilan pemerintah dalam mengambil kebijakan dengan membangun sejumlah lapak dalam Terminal Mardika yang notabene temlat bongkar muat penumpang dan barang.
Aksi demo itu dimulai sejak pukul 10.00 Wit, Rabu (22/2/2023) siang tadi. Ratusan mobil angkot diparkir di dalam Lapangan Merdeka serta badan jalan depan Gong Perdamaian Dunia. Akibatnya, terjadi macet panjang.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan maka Polresta Ambon menerjunkan ratusan personil ditambah puluhan Brimob Polda Maluku.

Bahkan, Kapolresta Ambon, Kombes Pol. Raja Arthur Simamora juga ikut terlibat dalam pengamanan jalanya aksi tersebut.

Sebelum melakukan aksi didepan Kantor Gubernur Maluku, pendemo melakukan orasi didepan gong perdamaian dunia, disamping jejeran mobil angkot yang sengaja diparkir di kawasan itu. Para pendemo bahkan, tanpa sungkan mengajak para dopir lain yang tidak ikut berdemo untuk bergabung.

Ketua ASKA Kota Ambon, Julius Nikijuluw kepada wartawan menyampaikan bahwa, ada tiga hal utama yang menjadi tuntutan aksi mereka. Diantaranya, soal pembangunan lapak di dalam terminal pasar mardika; persoalan tranportasi online; dan persoalan pengisihan bahan bakar minyak (BBM).

Menurutnya, Terminal Mardika diperuntukan bagi tempat angkut muat barang dan orang. Nikijuluw menilai, langkah Pemprov Maluku untuk membangun lapak di dalam terminal adalah sesuatu tindakan yang keliru.

“Terminal itu, tempatnya kita beroperasi, tempat naik turunya penumpang disana. Kenapa Pemkot Ambon sudah melakukan tindakan pembersihan terminal tapi Pemerintah Provinsi Maluku tiba-tiba ambil alih dan membangun kembali. Itu yang kami binggung juga,” ucap Julius kepada wartawan.
Nikijulue mengaku, pihaknya sangat mengapresiasi kebijakan yang diambil Pemkot Ambon untuk menata baik Terminal Mardika.

Namun, sikap Pemprov Maluku dengan mengambil alih terminal tersebut untuk membangun lapak tentu sangat bermasalah. Kapasitas penampungan disana tidak cukup.

“Sekarang pertanyaannya adalah, terminal itu tidak bisa menampung semua angkutan umum yang ada dalam Kota Ambon. Ada beberapa jalur yang sampai saat ini, hanya diberikan terminal bayangan. Tapi sekarang sudah diambil alih oleh pemerintah Provinsi , apakah harus jalur seperti STAIN, wilayah Sogun (Soya Gunung) itu harus parkir dibadan jalan yang menimbulkan kemacetan,” tanya Nikijuluw dengan tegas.

Olehnya itu, pihaknya sangat berharap Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera menghentikan proses pembangunan lapak didalam terminal pasar mardika.

“Kami minta dengan tegas, pemprov agar segera hentikan. Hentikan itu, pembangunan lapak,” tegas Nikujuluw.

Namun, saat laksanakan aksinya, ternyata para sopir tudak mengetahui dan mengenal Gubernur Maluku.

Ini terbukti saat mereka salah menyebutkan nama gubernur. Mereka menyebut nama Gubernur Maluku, Murad Latuconsina dan bukan Murad Ismail.

Akibatnya, kesalahan menyebut nama Gubernur Maluku menjadi bahan tertawaan peserta aksi, bahkan Polisi yang mengawal jalanya aksi juga ikut tertawa.
Nama Gubernur Maluku, Murad Latuconsina (versi pendemo) itu lalu menjadi kalimat langganan para peserta pendemo. (*)