PIRU, SPEKTRUM – Dua telaga di Negeri Elpaputih, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) masing-masing Telaga Hawa dan Telaga Ley sejak ratusan tahun selalu membawa berkat bagi masyarakat setempat. Sebab, sejak akhir bulan Mei dan awal bulan Juni di setiap tahun, ribuah ekor katak atau kodok hijau bisa didapatkan di dua telaga itu.
Anehnya, dua telaga yang ditumbuhi rumpun sagu jenis kecil seperti pohon nipa-nipa itu, baru dialiri air setelah hujan yang turun diakhir bulan Mei dan awal bulan Juni. Sebab, saat musim panas, telaga itu kering lagi. Ketika air hujan beberapa hari yang turun dan memenuhi dua telaga itu langsung muncul ratusan ribu ekor kodok hijau dewasa.
Hingga kini belum ada penelitian khusus mengenai ratusan ribu ekor kodok hijau di dua telaga itu.
Pasalnya seekor kodok dewasa itu harus dimulai dari telur kodok, kemudian berudu seperti anak ikan kecil baru kemudian menjadi anak katak dan sampai katak dewasa itu membutuhkan waktu panjang. Bagi warga Elpaputih yang sudah menyaksikan dan menkonsumsi katak hijau di kedua telaga selama ratusan tahun mengaku sebelum akhir bulan Mei sampai awal Juni air tidak ada air di dua telaga tersebut setelah hujan dua sampai tiga hari di awal bulan Juni langsung muncul ribuan kodok-kodok hijau dewasa di situ.
Warga mengamininya sebagai berkat dari Tuhan bagi Negeri Elpaputih karena sudah berlangsung ratusan tahun jauh sebelum negeri ini terkena musibah gempa patahan dan tsunami besar di tahun 1898.
Ruben Hery salah satu warga Elpaputih mengatakan setiap tahun tepatnya akhir bulan Mei sampai awal bulan Juni ketika turun hujan beberapa hari langsung terdengar ribuah ekor kodok hijau itu berteriak bahkan sampai warga kesulitan tidur.
Warga kemudian berburuh katak tersebut dengan cara dipanah sebab pada siang hari, kodok naik ke atas pohon yaitu di dahan sagu atau pohon-pohon kecil sekitar 3-5 meter. Sedangkan untuk malam hari hari, kodok-kodok itu turun di air atau di semak-semak jadi bisa dipegang atau ditangkap dengan tangan.
Dan kata dia, yang biasa ambil kodok di siang hari itu orang laki-laki dengan panah busur tetapi isi anak panahnya seperti sumpit sebab jika menggunakan anak panah pada umumnya maka dipastikan tubuh kodomm akan hancur.
“Panah yang kami gunakan biasa disebut panah papa denggan ana loing bentuknya seperti alat untuk mengambil papeda tapi isinya terbuat dari bambu itu kecil seperti garpu,” jelas Ruben.
Dalam sehari lanjut Ruben, warga bisa menangkap ratusan ekor kodok hijau untuk dikonsumsi.
“Saat ini kami sedang panen kodok hijau, rasanya sangat enak mirim daging ayam kampung,” katanya tertawa. (*).