Surat Permohonan Penundaan Pembayaran Tak Digubris
AMBON, SPEKTRUM – Sengketa lahan lokasi berdirinya Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Maluku memasuki babak baru.
Sejumlah fakta mulai terkuak, dan diduga kuat pembayaran ganti rugi diberikan kepada pihak yang tidak berhak, lantaran ada negoisasi dengan iming-iming sejumlah uang.
Pembayaran tahap I senilai Rp 14 miliar dan keluarga ahli waris Izak Baltazar Soplanit hanya menerima Rp 4 miliar dan sisanya dibagi-bagi.
Padahal, lahan tersebut telah dijual Izak Baltazar Soplanit kepada Tan Kho Hang Hoat alias Fat dihadapan PPAT Nikolas Pattinwael pada tahun 2014.
Guna menghindari terjadinya salah bayar, maka melalui kuasa hukumnya, Jhon Andrew Tuhumena dan Alberth Kho dari Kantor Advokad dan Konsultan Hukum Jhonny Hitijahubessy, SH dan Rekan, Tan Kho Hang Hoat melayangkan surat permohonan Penundaan Pembayaran Biaya Ganti Rugi kepada Gubernur Maluku tertanggal 16 Desember 2021.
Surat dengan Nomor 16.AB/Adv-KH/P.G.R/XII/2021 dilayangkan dengan alasan lahan yang akan dieksekusi merupakan objek sengketa dalam Perkara Nomor: 169/Pdt. G/2011/PN.AB jo putusan Perkara No.17/PDT/2013/PT.MAL, jo Perkara No. 3121 K/PDT/2013.
Dalam surat tersebut juga menjelaskan bahwa, semasa hidup Izak Baltasar Soplanit telah melakukan pelepasan hak kepada Tan Kho Hang Hoat sesuai Akta Nomor 9, tertanggal 08 Mei 2014 dihadapan Notaris Nicholas Pattiwael, SH, dan juga disaksikan dan disetujui Ny. Ludya Papilaya yang tak lain adalah isteri dari Izak Baltazar Soplanit.
Sebagai pembeli Tan Kho Hang Hoat telah membayar sejumlah uang dan telah dibarikan kepada Izak Baltazar Soplanit sewaktu masih hidup juga kepada isteri dan anak-anaknya. Jumlah keseluruhan pembayaran sesuai dengan yang tertuang dalam Akta Nomor 9, tertanggal 08 Mei 2014;
Dengan demikian, maka lahan tersebut menjadi hak milik Tan Kho Hang Hoat sehingga yang harus memohon eksekusi Nomor : 169/Pdt.G/2011/P.N AB. Jo putusan perkara nomor 17/PDT/2013/PT.MAL jo Perkara No. 3121 K/PDT/2013 bukan Ny. Ludia Soplanit.
Berdasarkan hal tersebut maka Tan Kho Hang Hoat melalui kuasa hukumnya meminta agar proses pembayaran ganti rugi terhadap lahan tersebut ditunda paling tidak setelah gugatan pihak ketiga (Derden Verzet) telah berkekuatan Hukum tetap (inkracht van gewijsde), karena ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah, pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah dimaksud.
Sebelumnya, Tan Kho Hang Hoat selaku pemilik sah dari lahan tersebut, sudah menyurati kepada Dinkes Maluku juga Biro Hukum Provinsi Maluku agar tidak melakukan proses ganti rugi apapun, sebab proses gugatan bantahan dari Tan Kho Hang Hoat kepada ahli waris dari almarhum Izak Baltazar Soplanit telah didaftarkan di PN Ambon 26 Agustus 2021.
Namun surat yang sudah ditembuskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini sama sekali tidak diindahkan oleh Biro Hukum Pemprov Maluku, dan Dinkes Maluku, dengan dalil anggarannya sudah dianggarkan di APBD-Perubahan 2021.
Akhirnya diawal Januari 2022 dilakukan pembayaran melalui Bank Maluku cabang Utama Ambon ke pihak almarhum Izak Baltazar Soplanit melalui pengacara mereka Raymod Tasane.
Info yang diperoleh Spektrum pihak ahli waris almarhum Izak Baltazar Soplanit ini hanya menerima Rp. 4 Miliar dari total Rp. 14 Miliar yang telah dibayarkan, sementara Rp. 10 Miliar sisa dibagi-bagi oleh oknum Pengacara Raymod Tasane dengan sejumlah nama yang kabarnya merupakan penghubung ke Pemprov Maluku sehingga dana ganti rugi ini bisa dicairkan, padahal objek yang dibayar ganti ruginya sementara disengketakan di PN Ambon.
Seperti dikutip Spektrum dari sipp.pn-ambon.go.id, Perkara perdata bantahan ini benar ada di PN Ambon, didaftarkan pada tanggal 26 Agustus 2021 dengan Nomor Perkara 196/Pdt.Plw/2021/PN Ambon.
Penggugat Tan Kho Hang Hoat sendiri menggugat 10 tergugat yakni, Ny. Ludya Papilaya (isteri almarhum almarhum Izak Baltazar Soplanit), dan anak-anaknya, Ny. Irapegi Calasina Soplanit, Tn. Rene Benjamin Soplanit, Ny. Ferlia Elsa Soplanit, Ny. Sonya Anija Soplanit, Tn. Nimrod Renif Soplanit, Nn. Julia Erna Soplanit, Tn. Venty Bilsqoth Soplanit, Nn. Megawaty Susanti Soplanit dan Nn. Renny Soplanit.
Dalam gugatan tersebut Tan Kho Hang Hoat selaku penggugat meminta pelaksanaan Eksekusi berdasarkan Penetapan Nomor : 7/Pen. Pdt.Eks/2019/PN.Amb Jo Nomor.169/Pdt.G/2011/PN.Amb tentang perintah eksekusi, yang dimohonkan oleh Ny. Ludya Papilaya/Soplanit selaku ahli waris dari almarhum Izak Baltazar Soplanit ditangguhkan pelaksanaannya sampai perkara ini mendapat kepastian hukum dengan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, Tan Kho Hang Hoat juga meminta Pengadilan Negeri Ambon dalam pokok perkaranya, agar mengabulkan perlawanan dari pelawan untuk seluruhnya, menyatakan, Tan Kho Hang Hoat adalah pelawan yang benar, dan menyatakan sah menurut hukum dan berharga serta mengikat Akta Notaris Nomor: 09, tertanggal 08 Mei 2014 yang dibuat di hadapan Notaris PPAT. Nicolas Pattiwael, SH.
Tan Kho Hang Hoat juga meminta PN Ambon menetapkan dirinya sebagai pengganti kedudukan para terlawan untuk menerima objek sengketa daripada turut terlawan.
Dengan menyatakan Penetapan Nomor: 07/Pen.Pdt. Eks/2019/PN.Amb tentang Perintah Eksekusi yang dimohonkan oleh Ny. Ludia Papilaya/Soplanit selaku ahli waris dari almarhum Izak Baltazar Soplanit tanggal 06 Januari 2021 dibatalkan.
Menyatakan pelawan berhak atas Objek Perlawanan yang terletak di Kelurahan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Propinsi Maluku dengan luas kira-kira 20.000 M2 (dua puluh ribu meter persegi) dengan batas-batas, Sebelah Utara dengan persil tanah saudara Wales D. Huwaa, Sebelah Selatan dengan tanah Instansi Kesehatan, Sebelah Timur dengan jalan Dewi Sartika, Sebelah Barat dengan tanah milik keluarga Suripet.
Kasus ganti rugi lahan Dinkes Provinsi Maluku ini bermula, ketika di Tahun 2011, Izak Baltazar Soplanit selaku pemilik lahan sekitar 20.000 M2 (dua puluh ribu meter persegi) mulai dari kantor Dinas Kesehatan Provinsi Maluku hingga kawasan perumahan dokter di Karang Panjang Ambon, melakukan gugatan melawan Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Negeri Soya.
Dalam proses gugatan itu, Izak Baltazar Soplanit kemudian menjual lahan tersebut kepada Tan Kho Hang Hoat, yang dituangkan dalam Akta Notaris Nomor: 09, tertanggal 08 Mei 2014 yang dibuat di hadapan Notaris PPAT. Nicolas Pattiwael, SH yang proses pembayarannya tuntas di Tahun 2018. Dan semua proses pembayaran dari Tan Kho Hang Hoat kepada almarhum Izak Baltazar Soplanit dilakukan sebagian besar melalui transferan bank.
Di Tahun 2016 Izak Baltazar Soplanit meninggal dunia, namun Tan Kho Hang Hoat masih terus melakukan kewajibannya melunasi pembayaran ke keluarga almarhum Izak Soplanit hingga tuntas di Tahun 2018.
Namun masalah mulai muncul, ketika proses permohonan eksekusi dilakukan terhadap objek yang disengketakan tersebut, entah siapa yang memprovokasi, keluarga almarhum Izak Soplanit kemudian menolak mengakui Tan Kho Hang Hoat sebagai pemilik sah lahan tersebut, sesuai Akta Notaris Nomor: 09, tertanggal 08 Mei 2014 yang dibuat di hadapan Notaris PPAT. Nicolas Pattiwael, SH.
Dengan bantuan pengacara mereka Raymod Tasane dan sejumlah pihak yang diduga merupakan mafia tanah, mereka kemudian melakukan klaim eksekusi dan permohonan ganti rugi ke Pemprov Maluku.
Mengetahui adanya klaim itu, pihak Tan Kho Hang Hoat kemudian memasukan gugatan perdata bantahan ke PN Ambon serta menyurati Pemprov Maluku, dalam hal ini Biro Hukum Setda Maluku dan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, untuk tidak membayar ganti rugi kepada pihak ahli waris almarhum Izak Baltazar Soplanit, sebab sesungguhnya laha tersebut telah dijual kepada Tan Kho Hang Hoat.
Namun karena adanya ‘mafia tanah’ yang bermain, pihak Pemprov melalui Biro Hukum Setda Provinsi Maluku menyetujui melakukan pembayaran tahap I sebesar Rp. 14 Miliar ke keluarga almarhum Izak Baltazar Soplanit.
Penggugat Dilaporkan ke Polisi
Tidak kurang akal dengan proses bantahan Perdata di PN Ambon yang diajukan pihak Tan Kho Hang Hoat, keluarga almarhum Izak Baltazar Soplanit yang sudah menerima dana ganti rugi ini, kemudian melaporkan Tan Kho Hang Hoat ke Reskrimum Polda Maluku dengan tuduhan melakukan pemalsuan akta Notaris, hal ini mereka lakukan sebab Notaris Nicolas Pattiwael sudah meninggal.
Kasus pelaporan tuduhan pemalsuan akta notaris ini saat ini ditangani Subdit II Ditreskrimum Polda Maluku, pimpinan Kompol Edy Tethol, yang anehnya sekalipun semua bukti transferan pembayaran tanah dari Tan Kho Hang Hoat ke almarhum Izak Baltazar Soplanit dan adanya Akta Notaris Nomor: 09, tertanggal 08 Mei 2014 yang dibuat di hadapan Notaris PPAT. Nicolas Pattiwael, SH, namun pihak Penyidik Ditreskrimum Polda Maluku masih tetap ngotot memproses kasus ini.
Informasi terakhir yang dihimpun Spektrum, pihak penyidik Subdit II Ditreskrimum Polda Maluku melakukan nego baik dengan pihak terlapor maupun pelapor untuk menyelesaikan persoalan ini dengan kompensasi sejumlah uang.
Namun pihak terlapor dalam hal ini Tan Kho Hang Hoat menolak ajakan penyidik.
Kabiro Hukum dan Kadinkes mengelak
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Alwiyah S. Alidrus yang dihubungi Spektrum mengaku sedang melaksanakan tugas dinas di luar daerah.
“Saya tidak bisa memberi penjelasan melalui sambungan telepon, nanti saja saya balik, baru saya jelaskan,” katanya.
Sedangkan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Zulkarnaen yang dihubungi Spektrum memilih untuk tidak merespon panggilan telepon maupun membalas pesan (Watsaap) yang dikirim Spektrum untuk konfirmasi. (TIM)