AMBON,SPEKTRUM – Jika sempat lolos dari kasus dugaan asuslia yang dilaporkan mantan karyawannya ke Polisi, di Tahun 2023 lalu. Mantan Bupati Maluku Tenggara (Malra), H. Muhamad Taher Hanubun Kembali berurusan dengan Polisi. Kali ini bukan kasus asusila, tetapi kasus dugaan korupsi.
Dimana, tim penyelidik Subdit III Tipikor Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku kembali melakukan pemeriksaan terhadap mantan Bupati Maluku Tenggara (Malra), Muhamad Taher Hanubun terkait dugaan dugaan korupsi pengelolaan dana Covid-19 Kabupaten setempat tahun 2020, Kamis (20/6/2024).
Menggunakan kemejah putih lengan pendek, Hanubun tiba di markas penyelidik yang berada di kawasan Batu Mejah, Sirimau Ambon tepat pukul 09.30 WIT. Hanubun didampingi dua pengacaranya,Yani Hakim dan Yuni Saban.
Setelah tiba, mantan orang nomor 1 di Kabupaten Malra ini langsung di arahkan ke Subdit III Tipikor untuk menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan berlangsung hingga pukul 12.30 Wit, Hanubun terlihat keluar didampingi dua pengacaranya untuk melaksanakan Sholat Djuhur dan makan siang.
Hanubun yang dicegat awak media menolak memberikan keterangan lantaran akan melakukan sholat. “Nanti ya, saya mau Sholat,”ucap Hanubun sembari bejalan menuju Masjid Almabrur yang terletak di Area Markas Ditreskrimsus.
Kurang lebih satu jam didalam Masjid , Hanubun terlihat keluar sekitar 13.30 WIT. Lagi-lagi, upaya awak media untuk mewawancarai Hanubun gagal. Dirinya menolak berkomentar, dan meminta wartawan konfirmasi langsung ke penyidik.
“Langsung saja ke Polisi,”singkatnya sambil berjalan masuk ke ruang pemeriksaan.
Diiketahui, Tim penyelidik menemukan sejumlah fakta menguatkan dugaan tindak pidana korupsi dan indikasi kerugian negara pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 di Pemerintah Kabupaten Malra yang dipimpin M. Thaher Hanubun, Bupati Malra saat itu.
Penggunaan anggaran pada Dinas Kesehatan ditemukan belanja yang janggal, duplikasi pertanggung jawaban oleh bidang keuangan Pemkab Malra sebesar Rp 3 miliar lebih. Berikut, program atau kegiatan rutin tidak dijalankan, walaupun anggaran telah dicairkan. Lalu, pembayaran Jamkesda dan BPJS bagi warga miskin terindikasi fiktif.
Demikian juga penggunaan anggaran pada Dinas Sosial. Tahun anggaran 2020, Dinas Sosial Malra kecipratan anggaran corona sebesar Rp 76 miliar lebih. Anggaran itu dikucurkan Kementerian Sosial senilai Rp 71 miliar dan APBD Provinsi Maluku Rp 1,4 miliar dan APBD Malra Rp 3,9 miliar.
Anggaran yang diperoleh digunakan diantaranya untuk jaring pengaman sosial, meliputi penanganan kesehatan, pengamanan dampak ekonomi akibat wabah Covid-19. Sedangkan kucuran fulus dari Kementerian Sosial digunakan untuk bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan BPNT.
Bantuan PKH bertujuan untuk mendukung perekonomian keluarga miskin. Sementara BPNT adalah program bansos pemerintah yang disalurkan secara non tunai kepada keluarga penerima manfaat.
Lalu, Bantuan Sosial Tunai (BST). Bantuan berupa uang yang diberikan kepada keluarga miskin, tidak mampu, dan/atau rentan yang terkena dampak wabah Covid-19. Besaran BST senilai Rp 600.000 per keluarga yang diberikan setiap bulan.
Beragam praktik korupsi ditemukan saat pelaksanaan program tidak sesuai realisasi anggaran. Hal itu tertuang dalam peraturan daerah tentang pertanggung jawaban APBD dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahun 2020 yang disampaikan oleh pemerintah daerah kepada DPRD Malra pada 2021. Perda dan LKPJ Pemda Malra ditemukan selisih realisasi anggaran sebesar Rp 15 miliar.
Kasus Pelecehan Seksualnya Mengambang
Seperti diketahui publik, Mantan Bupati Malra, H Taher Hanubun pernah dilaporkan ke Polda Maluku, tanggal 1 September 2023 termuat dalam surat bukti lapor Nomor: TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT, dengan tuduhan pelecehan seksual kepada seorang perempuan yang bekerja sebagai pelayan di Caffee milik Tamher Hanubun.
Kala itu disebutkan, kejadian ini berawal di bulan April 2023 lalu. Korban yang bekerja di sebuah kafe di Kota Ambon, diminta memijat si pemilik kafe, yaitu Bupati Maluku Tenggara, M Thaher Hanubun, di sebuah kamar. Saat itulah terjadi pelecehan.
Terduga pelaku juga mencoba melakukan kembali perbuatannya pada Agustus 2023, tapi saat itu korban menolak. Penolakan ini berujung pada pemecatan korban.
Saat itu penyidik melakukan pemeriksaan dan pendampingan awal dengan melakukan visum di Rumah Sakit Bhayangkara.
Sehari kemudian, proses pemeriksaan dilanjutkan, akan tetapi menurut polisi, pelapor meminta ditunda dengan alasan kondisi Kesehatan. Akan tetapi pada tanggal 6 September 2023, penyidik menerima surat dari pelapor. Isinya pemberitahuan pelapor tidak mau melanjutkan lagi, dan mau dicabut.
“Dengan alasan yang diajukan ini adalah aib dan musibah yang dihadapi pelapor, sehingga pelapor tidak mau aib ini diumbar,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes M Roem Ohoirat, kala itu.
Beredar kabar Taher Hanubun membayar mahar Rp. 1 Miliiar kepada keluarga korban dan menikahi korban. Walaupun kabar tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya, kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan mantan Bupati Malra ini masih mengendap di Polda Maluku hingga kini. (TIM)