AMBON,SPEKTRUM-Untuk memastikan keamanan dan keberlangsung investasi PT Spice Islands Maluku (SIM), Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa bertandang langsung ke perusahaan yang menghasilkan Pisang Abaka itu di Negeri Hatusua, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Senin (23/6/2025).

Gubernur didampingi Pangdam XV/Pattimura Mayjen TNI Putranto Gatot Sri Handoyo, Kapolda Maluku Irjen Eddy Sumitro Tambunan,  Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Maluku, Marsekal Pertama TNI R. Harys Soeryo Mahendro, juga hadir Ketua Kadin Maluku Sam Latuconsina.

Di lokasi perusahan di Hatusua, Gubernur diterima Bupati SBB Asri Arman, hadir juga manajemen PT SIM, para raja negeri, serta tokoh adat, masyarakat, dan pemuda setempat. Termasuk karyawan yang dirumahkan, serta perwakilan pemilik lahan dari Desa Eti, Kecamatan SBB yang masih berpolemik.

Dalam sambutanya, Gubernur menyampaikan, kunjungan ini merupakan respons atas undangan manajemen PT SIM, serta bagian dari komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan di daerah.

Menurutnya, investasi swasta sangat penting untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan yang masih menjadi persoalan mendasar di Maluku.

“Kemiskinan erat kaitannya dengan pengangguran. Ketika tidak tersedia lapangan kerja, maka warga tidak memiliki sumber penghasilan. Oleh karena itu, membuka peluang kerja baru lewat investasi adalah solusi yang harus terus didorong,” kata Lewerissa dalam sambutannya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan sinergi dengan seluruh elemen masyarakat—dari raja, kepala desa, hingga tokoh adat dan agama—untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi investasi.

“Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menciptakan ruang aman dan stabil untuk investasi. Jika kita ingin anak-anak kita punya masa depan yang lebih baik, maka kita harus bekerja bersama, ‘sorong bahu’ demi membangun iklim investasi yang positif,” ujarnya.

Sementara itu, Head of Plantation (HO) PT SIM, Eko Ansari, dalam paparannya menguraikan, PT Spice Island Maluku (SIM), adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan pisang abaka di Kabupaten SBBsaat ini menghadapi kendala serius berupa sengketa lahan yang berdampak langsung terhadap kelangsungan usaha dan nasib ratusan pekerja.

Dalam kesempatan itu, Eko juga memperkenalkan profil dan capaian perusahaan sejak memulai investasi di Maluku pada 2018.

PT SIM yang berkantor pusat di Jakarta Selatan kata dia, mulai berinvestasi di tiga kecamatan, yakni Kairatu, Kairatu Barat, dan Seram Barat, dengan izin lokasi seluas 2.484 hektare di enam desa. Namun, hingga pertengahan 2025, lahan yang berhasil digarap baru sekitar 585 hektare atau 24 persen dari total izin yang dimiliki.

“Perusahaan telah mempekerjakan 475 tenaga kerja dan menginvestasikan lebih dari Rp550 miliar. Produksi serat kering dari pisang abaka telah dimulai pada 2024, dengan rata-rata produksi 5–6 ton per hari,” ungkap Eko.

Pada 2023, PT SIM membangun pabrik pengolahan dengan kapasitas 1 ton per jam. Hingga Juni 2025, sebanyak 29 ton serat kering telah dipasarkan ke Palembang dengan nilai mencapai Rp880 juta. Ke depan, perusahaan menargetkan ekspor ke pasar internasional, termasuk China dan Eropa.

Namun, perjalanan bisnis tersebut terganjal konflik agraria yang belum terselesaikan. Dua sengketa utama terjadi di Kairatu dan Kawah, melibatkan enam desa dengan potensi lahan sengketa seluas 551 hektare.

“Karena persoalan ini tak kunjung selesai, manajemen memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan operasional dan merumahkan karyawan,” kata Eko.

PT SIM berharap kehadiran para pemimpin daerah dan keamanan dapat membantu penyelesaian sengketa melalui pendekatan bersama semua pemangku kepentingan. Jika konflik agraria dapat diselesaikan, perusahaan berkomitmen untuk memperluas area tanam, meningkatkan kapasitas produksi, dan membuka lapangan kerja baru di wilayah tersebut. (Edy)