AMBON, SPEKTRUM – Kasus illegal logging dan pengrusakan hutan yang melibatkan CV Sumber Berkat Mandiri (SBM), di kawasan hutan adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku belum juga bergulir ke pengadilan.
Tersangka Imanuel Qudaresman alias Yongki, Komisaris CV. SBM itu telah bebas dari jeruji besi, dan hanya dijadikan tahanan kota oleh pihak PPNS Gakkum LHK Maluku Papua. Pengusutan kasusnya mereka belum menyentuh soal dugaan keterlibatan oknum lain dalam kasus yang sama.
PPNS Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Maluku, dinilai lambat menuntaskan kasus yang sudah ditangani selama enam bulan itu.
Sementara dalam pasal 39 UU nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan hutan telah jelas menyebut, penyidik wajib menyelesaikan dan menyampaikan berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 60 hari sejak dimulainya penyidikan dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Faktanya, kasus tersebut belum juga kelar dengan memakan waktu hingga enam bulan ini.
Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, Dr. Jhon Pasalbessy menegaskan, dalam menjalankan penegakan hukum jangan disebut, penegakan hukum sembunyi tangan. Karena kepentingan masyarakat juga harus diperhatikan dalam pesatian hukum suatu kasus.
“Maka itu, diminta suapa proses hukumnya harus jalan. Sekrang kembali ke aparat penegak hukumnya, dia terbuka tidak melihat hal-hal seperti ini, penegakan hukum tapi sembunyi tangan,”sebut Pasalbessy saat dimintai tanggapannya, kemarin.
Menurutnya, dalam menangani kasus pidaba prinsifnya penegakan hukum itu bertolak dari prinsif-prinsif legalitas. Sehingga penegakan hukum itu harus berdasarkan hukum itu sendiri. Bisa saja penyidik beralibi diskresi atas tindakan di lapangan, sehingga merasa kasus ini belum jalan dengan berbagai alasan.
“Kalau langkah awal sudah dilakukan proses penyidikan atau proses pengakan hukum itu jalan, maka harus jalan terus tidak boleh stop ditengah jalan dengan alasan-alasan tertentu. Bagaimana masyarakat bisah percaya kalau penegakan hukum itu saat ditengah jalan berhenti. Maka itu harus ada kepastian hukum, kepastian hukum yanng dilindungi tapi ada juga keptingan masyarakat juga harus diperhatikan jangan karena ada kepentingan orang tertentu atau kelompok lalu kepentingan masyarakat itu tidak dilindungi,” ujar dia.
“Jadi bagi saya, komitmen penegakan hukum bukan hanya diletakan saja ke aparat penegak hukum namun semua. Masyarakat juga. Kalau masyarakat mengkritik sesuatu proses hukum yang tidak jalan adalah sesuatu yang positif,” imbuh Pasalbessy.
Ia menyebut ada dua pertimbangan; pertama soal rengs waktu. Kalau disebut tiga bulan lalu kemudian sengajah diulur-ulur maka bisa saja kepentingan tersangka tidak perlu diperiksa.
Baca Juga: https://spektrumonline.com/2020/09/09/yongki-bebas-ada-bekingan-orang-kuat/
“Dan kepentingan lain adalah kepentingan kepastian hukum itu dicari dimana? karena ini hubungan dengan keadilan tersangka. Bisa saja pihak tersangka dengan statusnya bisa menanyakan wajar atau tidak ia berstatus seperti ini. Jadi, penegakan hukum atas kasus ini, PPNS harus tuntas menanganinya. Apalagi sudah ada tersangkanya,” tandas Pasalbessy.
Wacana merebak, kasus ini ikut dibackup oleh oknum tertentu. Ditengarai oknum itu dengan kehebatannya mempengaruhi penuntasan kasus tersebut. Berkas perkara Imanuel Qudaresman selalu bolak-balik mejah penyidik PPNS dan Jaksa di Kejari SBT. Faktanya, sampai saat ini kasus yang didorong masyarakat adat Sabuai itu penanganannya belum tuntas.
Kenyataannya demikian, namun Kasidatun Kejari SBT Wawan sebelumnya mengatakan, kasus ini dalam perampungan penyidik. Alasannya ada beberapa point yang harus dipenuhi penyidik. Salah satunya terkait barang bukti yang harus disesuaikan dengan dokumen yang diajukan penyidik (PPNS Gakkum LHK Maluku Papua). “Jadi itu kewenangan PPNS, kota tetap menunggu,” kata Wawan.
Sementara, Yosep Nong, Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku dan Papua mengaku blank dengan kasus tersebut. Alasannya, karena kasus Sabuai sudah ditangani penyidik Gakkum dari Manokwari.
Baca Juga: https://spektrumonline.com/2020/09/10/ppns-diminta-serius-tuntaskan-kasus-sabuai/
“Penyidik itu dari sorong dan manokwari status Qudaresman sebagai tahanan kota, sebelumnya tahanan titipan di Polda Maluku. Saya baru pulang dari maumere karena orang tua meninggal sampai tidak ikut kasus itu, saya agak bleng,” kata Yosep Nong.
Yosep mengakui, berkas Qudaresman memang bolak-balik Jaksa beberapa kali. Jaksa ngotot hadirkan barang bukti fisik beruapa kayu gelodondongan itu. “Jadi tersangka tidak bebas. Dia berstatus tahanan kota. Pengacara, dengan Jaksa banyak hal. Kasus ini dibekingan oleh orang-orang tertentu. Tersangka pernah datang ke Kepala Gakkum Ambon. Jaksa di Bula (Kejari SBT) terkesan sengaja mengulur-ulurkan waktu,” beber Yosep. (S-07)