Pemilu merupakan mekanisme demokratis demi mengejawantahkan kedaulatan rakyat. Rakyat memilih pemimpin dan memberikan mandat kepada yang terpilih mengelola negara/daerah untuk kepentingan rakyat.
Pemilihan kepala daerah jembatan untuk mensejahterakan rakyat. Pengabdian kepada rakyata diutamakan buka pelayan segelintior orang. Pengalaman pelaksanaan pilkada baik pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, hingga Bupati-Wakil Bupati serta Wali kota-Wakil Wali kota, sering prosesnya ditaburi degan kecurangan. tak jarang penyelesaian pilkada itu berakhir di Mahakamah Konstitusi Republik Indonesia.
Belum ada garansi kepala daerah (Gubernu/Bupati/Walikota) yang terpilih benar-benar melalui jalur yang ‘bersih’. Praktek kecurangan dengan berbagai modus mudah dilakukan bahkan berlangsung sistimik dan masif.
Pada 2020 mendatang empat daerah di Maluku akan melaksanakan pilkada serentak. Adalah Kabupaten Kepulauan Aru, Seram Bagian Timur, Buru Selatan dan kabupaten Maluku Barat Daya. Harus digaris bawahi untuk menuju demokratisasi instrumen semisal pilkada serentak itu, meski ada dinamika tetapi prosesnya pemberian pendidikan politik yang sehat kepada masyarakat harus diutamakan. termasuk etika.
Elit politik beserta partai politik harus berada digarda terdepan. Karena yang memiliki kepentingan langsung dengan pilkada adalah parpol beserta elitnya. Penyelenggara KPU dan Bawaslu tentu selalu menjadi sorotan saat akan dilaksanakannya pilkada atau pemilu. Integritas dalam melaksanakan dan mengawal hajatan lima tahunan sering dikawal publik tentunya.
Antisipasi ruang kecurangan yang bisanya dilakukan dengan berbagai cara, patut dilakukan mulai sekarang. Kecurangan atau kejahatan demokrasi terjadi dalam pilkada pukulan bagi penyelenggara mulai KPU maupun Bawaslu.
Kejahatan pilkada mudah terjadi, bahkan berlangsung sistimik dan massif. Tentu dilakukan pula oleh orang-orang biasa yang punya kapasitas strategis dan bepengaruh di tengah masyarakat.
Kecurangan biasa dipraktekan dalam pilkada antara lain, penggelembungan suara, menghilangkan hak pemilih diberikan kepada orang lain (massa kandidat tertentu), dan permainan uang (money game), rangkaian kejhatan demokrasi yang begitu mudah dilakoni para aktornya.
Jangan salah, jika ada sengketa ke Mahkamah Konstitusi RI, karena hanya dengan jalur inilah kandidat kepala daerah yang merasa dicurangi menempuhnya dengan proses hukum. Aneh saja, kejahatan pilkada yang berlangsung sistimik dan massif itu, masih sering lolos ketika proses pleno di KPU.
Pelanggaran di pilkada seharusnya KPU dan Bawaslu sejak dini mawas diri serta dapat mengevaluasi pengalaman-pengamalan sebelumnya. Menuju suksesi pilkada 2020, KPU dan Bawaslu serta elit parpol termasuk mereka yang akan berkompetisi yaitu kandidat, mesti bebas dari praktek kejahatan, utamanya tidak terlibat korupsi.
Semoga hak politik setiap warga negara dijamin. Tidak boleh diintervensi apalagi dicabut. Intinya, penyelenggaraan Pilkada yaitu KPU dan Bawaslu tidak boleh memancung hak warga negara, khususnya masyarakat di empat kabupaten di Maluku yang akan berpesta pada 2020 nanti. (*)