AMBON, SPEKTRUM – Maluku masih membutuhkan tenaga psikiater untuk melayani pasien gangguan jiwa. Di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Provinsi Maluku di Ambon, rata-rata 500 pasien gangguan jiwa per bulan di rumah sakit tersebut, hanya ditangani tiga orang psikiater saja. Kendati demikian RSKD di jalan Wolter Monginsidi yang juga membuka Poli Syaraf, rehabilitasi ketergantungan Nafza dan Poli Umum tersebut mendapat akreditasi A dalam standar pelayanan kesehatan.
“Untuk mendapatkan itu (psikiater) susah. Saya sudah masukkan di perencanaan. Psikiater tidak ada yang mau ke sini”, tandas David Santoso, Direktur RSKD yang menyandang gelar Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, di ruang kerjanya, Jumat, (25/9/2020).
Setidaknya, menurut David, di provinsi mestinya tersedia psikiater sebanyak lima sampai tujuh psikiater yang bisa dimobilisasi ke kabupaten/kota bila diperlukan agar pasien di daerah punya akses yang sama dalam pelayanan kesehatan jiwa. Apalagi Maluku merupakan daerah kepulauan yang masih tergolong minim sarana transportasinya. Ia menduga, penghargaan atas jasa psikiater masih kurang bila dibandingkan dengan di luar Maluku sehingga mereka kurang berminat ke Maluku.
“Mungkin kalau ke sini, tidak bisa balik lagi. Jasa yang tidak bisa bersaing dibandingkan di tempat lain”, ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan tersebut, di Puskesmas-Puskesmas telah dibuka Poli Jiwa yang mempermudah jangkauan masyarakat dengan dilayani secara gratis oleh tenaga kesehatan terlatih sampai ke pelosok kabupaten seperti di kabupaten Maluku Barat Daya. Namun, ada kalanya juga kurang berfungsi dengan baik karena respon yang kurang, baik masyarakat yang membutuhkan maupun tenaga kesehatan itu sendiri karena masih kuatnya stigma di lingkungan tempat tinggal.
Mengurangi stigma, pasien dianjurkan tidak hanya mengkonsumsi obat secara rutin saja, melainkan juga diajari berjuang dengan sejumlah keterampilan agar kembali produktif dan mandiri sehingga tidak menjadi beban keluarga.
“Misalnya, sebelumnya sakit, dia menjadi guru. Kita latih lagi agar percaya diri. Pulih. Kembali menjadi guru”, terangnya.
RSKD, lanjut David, sejak dipimpinnya pada tahun 2003, bekerjasama dengan Universitas Hasanudin mendatangkan dokter residen (dokter yang sedang menjalani pendidikan spesialis-red) untuk integrasi dan sosialisasi layanan kesehatan jiwa di daerah-daerah atau wilayah-wilayah terpencil. (TIM)