Lakon Firman di Dua Kasus Jumbo

AMBON, SPEKTRUM – Banyak kasus dugaan tindak pidana korupsi ditangani Ditreskrimsus Polda Maluku. Namun jarang berakhir di pengadilan. Kasusnya mentok, meski sudah ada tersangka. Isu dagang kasus muncul saat kasusnya tak tuntas.

Beberapa kasus dugaan tipikor yang diusut Ditreskrimsus Polda Maluku antara lain, dugaan tipikor proyek pengadaan empat unit Speedboat Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) tahun 2015 senilai Rp.1,5 miliar, pembangunan jalan Marlasi di Kecamatan Aru Utara Kabupaten Aru sebesar Rp3,8 miliar.

Untuk dua kasus tipikor ini, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku belum menyentuh para terduga. Sementara data dan bahan keterangan serta bukti atas penyimpangan dua proyek, sebagiannya telah diperoleh penyidik.

Abdullah Keliobas, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Periode 2016-2018 mendorong, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku fokus dan menunjukan komitmen untuk menuntaskan kasus dugaan tipikor.

“Sekarang sudah tahun 2020. Pengusutan kasus dugaan tipikor oleh Ditreskrimsus Polda Maluku jangan dibiarkan mengambang. Apalagi ada kasus yang sudah lama diusut tetapi sampai saat ini belum ada penetapan tersangka. Misalnya kasus korupsi Speedboat Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten MBD, dan proyek pembangunanan jalan Marlasi kabupaten Aru. kinerja penyidik patut ditingkatkan agar kasus-kasus itu dapat diproses di Pengadilan Tipikor Ambon,” tandas Abdullah Keliobas kepada Spektrum Minggu, (05/01/2020).

Dia mengingatkan Ditreskrinmsus Polda Maluku agar tidak menutupi ikhwal atau oknum yang terlibat di dua kasus tersebut.

“Siapapun orangnya, jika telibat kejahatan atau melanggar hukum khususnya dalam menangani proyek milik pemerintah patut ditindak sesuai ketentuan hukum. Ditreskrimsus harus menunjukan keseriusannya dalam memberantas korupsi di Maluku,” tegasnya.

Dia juga mengingatkan Ditreskrimsus, agar mengedepankan integritas dan profesional dalam melaksanakan kinerja kaitannya dengan pengungkapkan kasus Tipikor. “Sehingga negara tidak dirugikan. Siapapun pelaku yang diduga menyelewengkan anggaran negara harus ditindak sesuai dengan perbuatan mereka,” cetusnya.

Korupsi Proyek Jalan Marlasi

Tahun tahun 2019 lalu, tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku telah meninjau lokasi proyek pembangunan jalan Marlasi. Bukti atas dugaan tipikor di proyek yang dikerjakan Benny Rentanubun alias Sikoa, sudah ditangan polisi.

Sebelumnya Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Mohamad Roem Ohoirat berdalih, proses penyidikan masih dilakukan penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. “Masih penyidikan,” kata Kombes (Pol) Mohamad Roem Ohirat, beberapa waktu lalu.

Soal siapa pihak terkait yang akan diperiksa termasuk Benny Rentanubun pun tidak dijelaskan oleh Kabid Humas Polda Maluku ini.

Diketahui, pekerjaan peningkatan jalan sirtu Marlasi di Kecamatan Aru Utara Kabupaten Kepulauan Aru, sejak tahun 2016 – 2019 oleh CV. Jar Adil milik kontraktor Benny Rentanubun alias Sikoa. Sialnya proyek tersebut mangkrak. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kepulauan Aru mengalokasikan dana sebesar Rp3,8 miliar.

Namun, pekerjaannya baru 70 persen. karena sarat masalah, Ditreskrimsus Polda Maluku menangani kasusnya.Para pihak terkait juga telah diperiksa antara lain, Pelaksana tugas Kepala Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru, Edwin Pattinassarany (Kuasa Pengguna Anggaran), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Listiawati. Dalam pekerjaaan infrastruktur jalan Marlasi-Tasinwaha, diduga pekerjaan tidak sesuai kontrak.

Berdasarkan dokumen kontrak, proyek tahun anggaran 2016 senilai Rp3,8 miliar. Pekerjaan lapangan baru 70 persen. Pekerjaan jalan sepanjang 1,7 Km dan lebar 6 meter serta ketebalan sirtu 20 cm ini, justru tak selesai. Bahkan untuk penebalan jalan tak merata.

Talud penahan pada sisi jalan juga tak dikerjakan. Fatalnya, kondisi di lapangan pekerjaan belum rampung, tetapi anggaran 90 persen sudah dicairkan kepada Benny Rentanubun.

Anggaran tersebut berhasil dicairkan oleh Benny dengan cara membuat addendum. Dimana sesuai kontraknya, pekerjaan sudah harus tuntas pada Oktober 2016. Karena pekerjaan belum selesai, dipepanjang sesuai masa addendum yakni selama 73 hari, atau sejak 19 Oktober 2016 – 31 Desember 2016.

Melalui perpanjangan kontrak tersebut kontraktor menunggu pasokan Sirtu yang didatangkan dari Kabupaten Seram Baguan Timur.

Ternyata hingga 31 Desember 2016, pasokan Sirtu 2300 metrik kubik, justru tidak ada. Meski kejanggalannya demikian, lucunya pada 20 Desember 2016, pemilik proyek yakni Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru melakukan pembayaran 90 persen kepada Benny (kontraktor).

Alasan yang dikemukakan hingga dana dicairkan karena sirtu sudah tiba di lapangan. Padahal setelah di cek, faktanya sirtu belum tiba di lokasi proyek. Pihak Dinas PUPR Kabupaten Aru melalui PPK Listiawaty, memperpanjang addendum pada 31 Januari sampai 31 Maret 2017 (90 hari).

Tetap saja pekerjaan tak kunjung selesai. Kemudian diperpanjang lagi pada 1 April hingga 30 Juni 2017.

Dirreskrimsus Polda Maluku, Kombes (Pol) Firman Nainggolan

Korupsi Speedboat MBD

Sementara bukti dugaan korupsi proyek empat unit Speedboat MBD itu, telah diperoleh penyidik. Namun dugaan keterlibatan oknum terkait di proyek milik Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) itu, justru tak dibuka, bahkan terkesan ditutupi penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku.

Padahal, pengadaan empat unit Speedboat oleh Dinas Perhubungan MBD, diduga kuat adalah bekas (bukan barang baru). kasus ini diduga melibarkan mantan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten MBD, Oddie Orno.

Kasus ini diusut Ditreskrimsus Polda Maluku sejak tahun 2017 lalu. Hingga tahun 2020 ini, belum ada penetapan tersangka. Padahal, Kombes (Pol) Firman Nainggolan telah berjanji untuk menggelar perkara. Namun, ekspose perkara sampai sekarang belum dilakukan oleh Dirreskrimsus Polda Maluku itu.

Kabarnya bukti atas kerugian negara akibat praktek korupsi yang dilakoni oknum terkait, telah diperoleh penyidik dari pihak BPK. Anehnya, data itu belum juga dibuka oleh pihak Ditreskrimsus. Namun sampai saat ini belum dibuka oleh Ditreskrimsus.

Pada 2018 lalu, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atau Sprindik telah diterbitkan oleh Ditreskrimsus Polda Maluku kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Tetapi, berkas perkara belum sampai di tangan pihak Kejati Maluku.

Sebelumnya, Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette mengaku, SPDP perkara ini sudah masuk di Kejati Maluku sejak tahun 2018.

“SPDP untuk perkara dugaan tipikor Speedboat MBD itu, memang sudah masuk. Tapi, belum disertai dengan penyerahan berkas perkara tahap I,” akui Kasi Penkum kepada wartawan dalam satu kesempatan, di Ambon, beberapa waktu lalu.

Rekomendasi BPK ke Ditreskrimsus Polda Maluku sudah disampaikan, namun penyidik Ditreskrimsus belum menetapkan tersangka penyeleweng anggaran negara di proyek pengadaan empat unit Speedboat milik Dinas Perhubungan dan Infokom MBD tersebut.

Diketahui satu unit Speedboat diantarnya tenggelam di Pantai Tiakur, ibukota MBD. Sementara Speedboat lainnya hampir bernasib serupa. Kejanggalan, dana untuk pembuatan empat unit Speedboat itu Rp. 1,5 miliar, telah dicairkan 100 persen pertengahan 2016 lalu. Celakanya, Speedboat hingga Maret 2017, belum ada di Tiakur. Dua dari empat unit Speedboat, telah rusak saat dikirim.

Sedangkan dua unit Speedboat lainnya entah dimana. Kabarnya, masih berada di lokasi pembuatan Speedboat di Kota Ambon. Sebelumnya, BPK telah turun untuk melakukan uji petik barangnya (Speedboat). Ternyata BPK tidak menemukan barang (Speedboat belum ada). Temuan BPK itu, diteruskan ke Ditreskrimsus agar kasus ini diusut.

Karena kedoknya diketahui, mantan Kadis Perhubungan MBD Oddie Orno, memerintahkan kontraktor segera mengirimkan dua Speedboat lagi, karena ada pemeriksaan BPK.  Anehnya, barang yang dikirim dalam kondisi rusak. (S-14/S-01/S-05)