Pemerintahan yang baik dan bersih atau good and clean government merupakan faktor penting dalam sebuah proses pembangunan. dewasa ini dunia birokrasi kita masih mudah diisi dengan praktek korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Istilah tidak ada kejahatan yang sempurna sedang ngetren alias negetop. Kejahatan akan menarik kejahatan yang lain (hukum pasti). Tuntutan kebangkitan, untuk bertobat akan kesalahan, guna memuliakan diri kembali menjadi manusia terpilih sepatutnya dilakukan secara rutin.
Suatu perkara kejahatan terpecahkan bisa berawal dari tempat kejadian perkara (TKP). Di tempat itulah, akan ada banyak data yang bisa mengantarkan seorang atau kelompok yang telah melakukan kejahatan di tempat tersebut.
Masyarkat juga harus mengetahui pentingnya status quo sebuah tempat kejadian perkara. Kepanikan serta besarnya rasa ingin tahu masyarakat atas kejadian kejahatan di suatu TKP, bisa merusak sebagian bahkan lebih.
Tak ada kejahatan yang sempurna. Walau hanya setitik setiap kejahatan pasti meninggalkan jejak yang dapat mengantar aparat penegak hukum menjumpai pelakunya. Bukan hanya TKP, tetapi dari korban pun penegak hukum Kepolisian/Kejaksaan/KPK dapat memperoleh informasi yang sangat dibutuhkan saat penyelidikan.
Praktek KKN misalnya berlangsung dengan ragam cara. Perilaku tidak terpuji ini justru melibatkan oknum pejabat. Penindakan jangan sekedar diperbincangkan, tetapi butuh komitmen dan realisasi nyata dari institusi penegak hukum.
Oknum pejabat daerah yang terlibat praktek dugaan korupsi bisa saja dimaknai sebagai korupsi politik karena kapasitasnya. Mayoritas para penyelenggara negara bukan sebatas diterpa gejala dari penyakit mental saja, namun gangguan emosional individu yang mana menyebabkan ketidakstabilan emosi, menyebabkan masalah lain dapat muncul.
Jika negeri ini sulit maju atau mewujudkan cita-cita pendiri bangsa, itu hal yang wajar. Untuk merubah atau pindah dari sitasi buruk itu, maka generasi muda haruis cerdas, berkepribadian dan bermental sehat, serta memiliki integritas yang tinggi, dan harus andil mengawal jalanannya proses demokrasi melalui pengawasan lapangan guna mewujudkan cita-cita bangsa.
Kontrol kebijakan dan kinerja para penyelenggara negara di daerah, patut dilakukan secara ketat demi memastikan pembangunan terhadap masyarakat tepat sasaran dan adil. KUA PPAS instansi pemerintah misalnya, ada beberapa hal yang belum menjadi prioritas.
Contohnya, pembangunan dengan menggunakan APBD, sejauh ini sebagian besar digelontorkan untuk program berbasis proyek. Belum lagi perjalanan dinas keluar daerah dan luar negeri. Ini telah menguras keuangan daerah sehingga proses pemberdayaan masyarakat terus minim. Karena kebijakan sepihak justru memicu potensi kebocoran alias jebolnya anggaran daerah/negara atau disalahgunakan.
Selain itu, pembiayaan DAU dan DAK belum mampu menekan angka kemiskinan. Pemerintah harus meminimalisir belanja anggaran dalam bentuk program yang berbasis proyek. Sebaliknya, APBD/APBN diprioritaskan membangun masyarakat yang selama ini kurang disentuh pemerintah.
Akses pertumbuhaan ekonomi, sentra-sentra jalan ada syarat tertentu, namun kebijakan yang ditempuh pemerintah daerah belum terarah. Walhasil niat untuk mengurangi angka kemiskinan belum bisa digapai.
Kebijakan pemerintah seputar pengentasan kemiskinan di seluruh wilayah Indonesia khususnya kota Ambon, belum ditindaklanjuti dengan sungguh-sungguh. Ruang kemiskinan dapat dipersempit, jika pemerintah memiliki niat baik yaitu melakukan terobosan pembangunan seluas-luasnya dalam bentuk program pemberdayan masyarakat.
Anggaran per tahun baik APBD dan lain-lain, jika memang tidak masuk dalam skala prioritas, lebih baik dipending atau dialihkan ke program yang lebih menyentuh masyarakat, ketimbang dibelanjakan untuk program berbasis proyek, apalagi kegiatan hura-hura atau sekadar jalan-jalan keluar daerah dan luar negeri.
Dengan masalah defisit keuangan yang terjadi di tubuh Pemerintah Kota Ambon (Pemkot) Ambon saat ini, secara kelembagaan mestinya dievaluasi. Kedepan Pemkot Ambon harus lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan.
Alokasi anggaran per tahun jangan lagi cenderung digunakan untuk kegiatan yang bersipat hura-hura, dan tidak ada hasil yang jelas, tetapi justru mendatangkan defisit hingga bisa berujung pada rana hukum.
Peruntukan APBD dan lain-lain, harus difokuskan ke pembangunan daerah dan masyarakat. Kurangi perjalanan dinas yang hanya menguras keuangan daerah. Khusus untuk Pemkot Ambon, benahi dulu berbagai sektor yang ada.
Tatakelola pemerintahan harus menjunjung tinggi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, kebijakan yang tidak populis dan hanya menguras anggaran sudah sepatutnya ditiadakan. Karena bisa saja, akibat kebijakan sepihak itu, dapat memicu terjadinya kebocoran anggaran. (*)