AMBON, SPEKTRUM – Penyidikan kasus penggelapan dana Rp.132,9 miliar milik 32 nasabah di kantor BNI Cabang Utama Ambon oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku dinilai gagal. Hanya sebagian atau orang kecil yang dijerat. Sementara, para petinggi BNI tak disentuh.
Mereka yang lolos dari jeratan hukum, misalkan Nama Nolli Sahumena, Ferry Sianenia dan Prajoko. Ketiga orang ini, justru terlibat yakni mengetahui serta menyetujui transaksi gelap yang di perintahkan Faradiba Yusuf alias Farah.
Farah, mantan Wakil Pimpinan BNI Cabang Utama Ambon membidangi pemasaran itu merupakan aktor penggelapan dana milik nasabah.
Tiga KCP BNI yang menjadi target oprasi kejahatan penjahat berdasih di BNI Cabang Utama Ambon. Diantaranya, KCP Tual, KCP Masohi, dan KCP Aru, dan ditambah dua Kantor Kas BNI yakni, Kas BNI Mardika, dan Kas BNI Unaptti. Kelima pimpinan BNI di otoritas masing-masing sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama Farah dan anak asuhynya Soraya Pellu.
Mereka sedang diadili. Bahkan, dari fakta yang terungkap di persidangan Pengadilan Tipikor Ambon, membuka boroknya BNI Cabang Utama Ambon. Kejahatannya terstrukut. Ada konspirasi di dalamnya. Fakta persidangan telah terungkap, kejahatan yang terjadi di Bank berplat merah itu sudah menjadi kebiasaan dilakoni oknum tertentu.
Saat sidang perkara ini berjalan, banyak fakta yang terungkap. Mulai dari niat jahat Faradiba, dengan modus binsis fiktifnya, hingga di perbantukan pihak lain. Selain internal, hingga eksternal. Misalkan, pada keterangan saksi Welliam Ferdinandus pada persidangan sebelumnya.
Ternyata skandal perbankan yang terjadi di BNI Ambon diduga sudah terjadi sejak tahun 2018, atau satu tahun sebelum Faradibah Yusuf dilaporkan Wakil Pimpinan KCU BNI Ambon Nolly Stevi Sahumena, dimana saat itu BNI Cabang Utama Ambon masih dipimpin Dione Limmon.
Sidang saat itu dipimpin tiga hakim, diketuai Pasti Tarigan. Ia pernah bertanya, sejak 2018 transaksi-transaksi atas permintaan Faradiba, itu permainan apa. Yang pasti mengetahui hanyalah orang dalam Bank sendiri, karena berhubungan dengan sistem.
“Saudara bilang tidak tau tapi saudara lah yang lakukan transaksi-transaksi tak normal itu,” kesal hakim Ketua, Pasti Tarigan dengan nada tegas kepada Welliam Ferdinandus, petugas Teller KCP Unapatti saat itu.
Tak kala juga, Auditor BNI, Frangky Akerina. Auditor itu menyebut, kerugian dalam skandal BNI ini sesuai hasil audit bernilai Rp.58,9 milair. KCP Aru sebagai penyumbang selisih terbesar yakni, Rp.29 miliar lebih, dan itu supervisi langsung oleh Noli Sahumena.
“Kalau transaksi diatas Rp.100 juta ya harus ada persetujuan dari pusat. Yang supervisi itu, pak Noli (Nolli Sahumena),” sebut dia.
Bahkan sesuai fakta lain, Prajoko dan Ferry Sianenia juga terlibat mengetahui. Karena, otoritas mereka-lah yang membuat mereka tidak bisa dilepaspisahkan dengan keputusan di bank tersebut.
Praktisi Hukum, Hendrik Lusikooy yang dimintai pendepatnya menerangkan, kejahatan BNI adalah kejahatan korporasi, atau kejahatan yang dulakukan secara bersama-sama. Fakta di pengadilan membuktikan bahwa, sistim di BNI lemah.
“Singkat saja pendapat saya. Kasus yang terjadi di BNI itu, merupakan proses yang secara sistimatis, masif dan terstruktur. Karena kejahatan ini juga terjadi BNI Kabupaten/Kota lainnya yang ada di Maluku. Nah, ini merupkakan kejahatan korporasi, bukan pribadi. Karena dilakukan secara sisitem yang ada di bank,” kata dia.
Olehnya itu lanjutnya, fakta-fakta persidangan terhadap enam orang terdakwa saat ini, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku dapat menjadikan itu pintu masuk sebagai kejahatan korporasi.
“Penyidik harus berani. Sudah ada titik terang sebagai pintu masuk. Mau berani saja,” akuinya.
Menanggapi pernytaan Praktisi itu, Direktur Ditreskrimsus Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santosso menangapinya, dengan baik. Menurutnya, fakta sidang itu bisah dijadikan pintu masuk bagi penyidik dalam melakukan tindakan.
“Yah baguslah. Kalau pendapat seperti itu. Namun, kita lihat nanti di akhir persidangan dalam putusan hakim. Kalau hakim meminta ini, itu ya kita tindak lanjut. Yang pasti, baguslah,” singkat Eko melalui sambungan telepon selulernya, Selasa malam, 16 Juni 2020.
Diketahui, dana Rp.132 miliar milik 32 nasabah BNI Cabang Utama Ambon digelapkan. Dana senilai Rp.58,9 miliar diungkap di Ambon, dan Rp.74 miliar ditampung oknum BNI Makassar, Sulawesi Selatan.
Ada delapan tersangka dalam perkara ini. Enam orang kini terdakwa, di mana tengah diadili majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon.
Mereka adalah Faradiba Yusuf, mantan Wakil Pimpinan BNI Cabang Utama Ambon Bidang Pemasaran, Soraya Pellu (anak angkat Farah), KCP BNI Mardika, Andi Rizal alias Callu, KCP BNI Tual, Chris Rumalewang, KCP BNI Aru, Josep Maitimu, dan KCP BNI Masohi, Martije Muskita.
Sedangkan tersangka Tata Ibrahim staf Devisi Humas pada Kantor Wilayah BNI Makassar, dan William Alfred Ferdinandus Teler BNI Ambon, BAP mereka masih dilengkapi penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. (S-07)