AMBON, SPEKTRUM – Lembaga Kalesang Maluku akan mempolisikan CV. Sumber Berkat Makmur atau SBM. Ancaman ini dilontarkan Kalesang Maluku, menyusul aksi eksploitasi Hutan Sabuai oleh perusahaan milik Bos Yongki itu, tidak mengikuti peraturan dan perundang undangan yang berlaku.
Kalesang Maluku sementara mengumpulkan sejumlah atau data pendukung terkait lainnya. “Informasi awal yang kami terima, CV SBM tidak memiliki dokumen lingkungan tapi setelah dilakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) ternyata perusahaan tersebut punya dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Namun untuk memastikan keabsahan dokumen tersebut, sebagai dokumen hukum maka kami meminta dokumen tersebut,” kata Ketua Lembaga Kalesang Maluku, Costansius Kolatfeka kepada Spektrum, Senin, (02/03/2020).
Namun, kata dia, perusahaan telah dipastikan lakukan pelanggaran, dan langkah hukum akan dilakukan Lembaga Kalesang Maluku.
Menurut Kolatfeka, besaran lahan yang dieksploitasi berdasarkan izin yang dikeluarkan Bupati SBT sekitar 1.183 ha.
“Dengan besaran tersebut maka perusahaan harus punya dokumen lingkungan UKL/UPL karena hanya berada pada satu kawasan di Kabupaten SBT,” paparnya.
Yang pasti, kata dia, dokumen UKL/UPL dan dokumen amdal merpakan substansi dari dokumen lingkungan yang mengacu pada UU 32 dan PP 27.
“Jika seluruh data pe dukung serta dokumen yang dibutuhkan telah lengkap maka kami akan menempuh dua cara yakni melapor ke polisi namun melalui Penegak Hukum (Kakum) Kementerian Lingkungan Hidup Wilayah Maluku dan Maluku Utara,” katanya.
Selain itu CV SBM juga telah ditegur Pemda Maluku yakni Dinas Pertanian sebab selalu dilakukan pengawasan dan triwilulan pekerjaan dan harus melapor juga Dinas Lingkungan Hidup pernah menyurati CV SBM soal penyelesaian dokumen triwulan.
“Dokumen izin berlaku dua tahun yakni 2018/2020, minimal saat beroperasi tahun 2018/2019 harus ada laporan namun hingga kini laporan tersebut tidak ada,” katanya.
Kolatfeka menambahkan, pihaknya sementara mengumpulkan data tersebut sebagai data pendukung sebagai petunjuk bahwa perusahaan tidak memenuhi, tidak mentaati ketentuan yang ada.
“Dokumen tersebut akan disampaikan Lembaga Kalesang Maluku akan sampaikan ke Dirkrimsus Polda Maluku karena bersifat pidana khusus,” jelasnya.
Pihaknya juga akan menyerahkan data pendukung tersebut kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Penyidik Audit Lingkungan.
“Lingkungan tersebut akan diaudit apakah sesuai atau tidak, semua jalur akan ditempuh Lembaga Kalesang Maluku,” katanya.
Diketahui, perolehan Ijin lokasi, Ijin Usaha Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, Ijin Pemanfaatan Kayu, CV. Sumber Berkat Makmur prosesnya kilat, tak butuh waktu lama. Meski dokumen ijin lingkungan belum diproses Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, tetapi perusahaan milik Bos Yongki ini, berani membongkar hutan Sabuai.
Pihak CV. SBM cenderung mengeksploitasi hutan milik warga adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Perusahaan ini terkesan mengabaikan peraturan dan perundang undangan yang berlaku. Kehadiran CV. SBM pun, dinilai tidak membawa dampak positif terhadap warga Negeri Sabuai.
Belum lagi pelepasan lahan untuk dipergunakan CV. SBM sebagai areal Perkebunan Budidaya Pala, masih simpangsiur alias belum jelas, termasuk pemenuhan kewajiban CV. SBM terhadap pemilik ulayat Hutan Sabuai.
Penelusuran Spektrum mengungkap borok di balik pembukaan Perkebunan Pala oleh CV. Sumber Berkat Makmur atau SBM. Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B), dikelaurkan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdul Mukti Keliobas, bak jalan mulus untuk CV. SBM beraksi di hutan adat Negeri Sabuai.
Pasalnya, melalui IUP-B Bupati SBT itu, menjadi rujukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menyetujui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada CV. SBM, kemudian di SK-kan oleh Gubernur Provinsi Maluku.
Berikut beberapa ijin yang dijadikan senjata oleh CV. SBM hingga leluasa menebas hutan Sabuai. Diantaranya, Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 526/64 Tahun 2018 Tanggal 1 Februari 2018 tentang pemberian ijin lokasi untuk tanah seluas 1.183 hektar.
Rekomendasi Gubernur Maluku Nomor 552-43 Tahun 2018 tanggal 13 Februari 2018, tentang kesesuaian lahan dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi Maluku kepada CV. SBM untuk melakukan investasi, dan rencana makro perkebunan pala di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT.
Disusul Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 151 Tahun 2018 tertanggal 8 Maret 2018 tentang pemberian Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT dengan luas areal 1.183 hektar. IUP-B untuk usaha perkebunan tanaman pala.
Dua bulan berselang, karena ada kayu (pepohonan) di areal hutan Sabuai, maka dikeluarkan lagi Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Nomor 52.11/SK/DISHUT-MAL/459 Tanggal 25 April 2018 tentang persetujuan IPK Tahap I, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.11/SK/DISHUT-MAL/250/2018 Tanggal 30 April 2018, tentang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan luas lahan 371 hektar.
Perpanjangan IPK Tahap II berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.21/SK/DISHUT-MAL/148/2019 Tanggal 5 Maret 2019 tentang IPK dengan luas lahan 415 hektar. Masa IPK berakhir pada 5 Maret 2020.
Pasca mengantongi berbagai perijinan tersebut, pihak CV. SBM cenderung membongkar hutan atau lahan dengan cara menebang kayu di hutan Sabuai. Tahap I lahan yang ditebas CV. SBM seluas 371 hektar. Anehnya, lokasi yang sudah kosong ini justru tidak ada kebun Pala di sana.
Kabarnya dokumen UKL-UPL Perkebunan Pala CV. SBM dibuat oleh PT. Linoa Internasional Konsultindo. Kontroversialnya, CV.SBM masuk investasi di Kabupaten SBT dengan dalil Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, namun dalam praktek perusahaan ini justru dominan menebas kayu (pepohonan) di kawasan hutan Sabuai.
Padahal, IUP-B Bupati telah dikantongi CV. SBM sejak tahun 2018 silam. Faktanya, dari tahun 2018 hingga 2020 ini, tak ada perkebunan pala di lokasi yang sudah dibongkar pihak perusahaan. Dua kali mengantongi Ijin pemanfaatan kayu (IPK), mestinya lahan yang telah dibongkar, dilakukan penanaman pala. Namun faktanya, tidak ada kebun pala di sana.
Sebelum mendapatkan IUP-B, perusahaan harus melengkapi dua ijin yakni Ijin lingkungan dan ijin lokasi.
Soal apakah pelaku usaha yang telah diizinkan untuk membebaskan tanah dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hingga kini belum diketahui dengan pasti. (S-16/S-14)