AMBON, SPEKTRUM – Anggota DPR-RI daerah pemilihan (Dapil) Maluku, Saadiah Uluputty mendapat pujian banyak orang di Ambon dan Maluku karena berani berbicara kepentingan Maluku di pusat.
Uluputty bicara soal Lumbung ikan Nasional (LIN), Blok Marsela serta hasil rempah-rempah cengkeh, pala, serta perkebunan lain diantaranya kelapa dan sagu yang selama ini menjadi hasil primadona namun orang Maluku tetap miskin dan tertinggal lantaran harga komoditas andalan itu anjlok di pasaran.
Anggota Komisi lII DPR-RI Fraksi PKS itu, blak-blakan ketika dengar pendapat dengan kementerian maupun dengan komisi.
Dia dinilai banyak kalangan baik kalangan bawah, menengah hingga kalangan elit sebagai sosok wakil rakyat Maluku yang tanggap terhadap kepentingan Maluku di pusat dan berani untuk memperjuangkannya.
“ Saya senang melihat ibu Saadiah Uluputty beliau begitu berani membicarakan kepentingan rakyat Maluku di DPR-RI. Ini yang kita rakyat kecil suka. Mengapa harus takut bicara untuk kepentingan rakyat Maluku. Daerah kita ini punya potensi sumberdaya alam yang banyak tetapi kurang diperhatikan oleh pemerintah sehingga masyarakat Maluku masih banyak yang hidup susah. Padahal semestinya kita di Maluku harus sejahtera karena kekayaan alam kita cukup banyak. Jadi memang kami sangat membutuhkan orang-orang Maluku seperti Saadiah ini,” sebut Ongen salah satu sopir angkot di Ambon.
Ongen mantan aktifis parpol ini mengakui, memang ada juga anggota DPR-RI asal Maluku yang lain bicara untuk kepentingan Maluku juga, tetapi harus lebih berani seperti ibu Saadiah, sehingga pemerintah benar-benar tau kondisi Maluku yang sebenarnya, karena bukan tidak mungkin di pusat itu banyak terima informasi dari daerah itu istilahnya ABS (asal bapak senang).
Menurut dia walau perwakilan Maluku di DPR-RI cuma empat orang dan mereka tersebar di komisi-komisi, maka hanya ada di empat komisi maka kekuatan bargaining politik sangat lemah. Namun begitu tidak berarti perwakilan Maluku di pusat diam melulu. Mereka harus banyak berbicara dan mendesak pemerintah pusat untuk memperhatikan Maluku.
Menurut Ongen Maluku harus diperhatikan sama dengan daerah lain di Indonesia karena Maluku adalah salah satu provinsi dari delapan provinsi waktu itu yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia jadi harus diperhatikan.
Seperti persoalan jatah “kue pembangunan” selama ini Maluku sepertinya kurang mendapat perhatian misalnya yang pernah di perjuangkan Maluku masuk dalam deretan provinsi kepulauan karena luas wilayah laut Maluku 93 persen sementara luas wilayah darat hanya 7 persen, persen.
Karena itu dengan provinsi kepulauan maka Dana Alokasi Umum (DAU) Maluku harus dihitung berdasarkan luas wilayah laut.
Saat ini masih dihitung berdasarkan luas wilayah daratan jadi APBN Maluku pertahun hanya kalau tidak salah di media itu beta perna baca hanya Rp.3, 8 triliun. Jumlah ini sangat kecil dibanding dengan jumlah luas wilayah laut dan terbangi untuk 11 kabupaten/kota di Maluku.
Padahal persoalan yang mengganjal pembangunan di Maluku adalah sarana transportasi laut pelabuhan-pelabuhan perikanan yang harus dibangun lebih banyak. Kalau APBN Maluku dihitung berdasarkan wilayah laut maka tentu anggaran untuk membangun daerah ini cukup besar,” ujar Ongen yang mengaku sebelumnya aktif di salah satu parpol di Maluku itu. (*)