AMBON, SPEKTRUM – Banyak temuan akibat salah kelola dalam Pelaksanaan APBD 2022 yang diduga berpotensi rugikan daerah dan negara miliaran rupiah maka Fraksi PDI Perjuangan sepakat merekomendasikan dan mendesak aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Tinggi Maluku atau Polda Maluku atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk makukan penyelidikan dan penyidikan.
Sebab, berbagai permasalahan pengelolaan anggaran tidak bisa dikonfirmasi lantaran sejumlah OPD terkait tidak menghadiri undangan rapat DPRD Maluku.
Hal ini dikemukakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Maluku, Javeth Kemmy Pattiselano saat membacakan Kata Akhir Fraksi, pada rapat paripurna, Jumat (04/08/2023).
“Fraksi PDI Perjuangan juga tidak bisa mendalami dan mengkonfirmasi tentang pertanggungjawaban atas pemanfaatan anggaran di setiap OPD yang berkaitan dengan Penurunan Penduduk Miskin, sehingga Penduduk Miskin di Tahun 2022 ke Tahun 2023 terjadi kenaikan. Hal ini karena tidak ada Pendalamam dan Pembahasan di Tingkat Komisi karena ketidak hadiran OPD Mitra.
Fraksi PDI Perjuangan juga tidak bisa mendalami dan mengkonfirmasi tentang pertanggungjawaban atas pemanfaatan anggaran di setiap OPD yang berkaitan dengan Penurunan Penduduk Miskin, sehingga Penduduk Miskin di Tahun 2022 ke Tahun 2023 terjadi kenaikan,” kata Pattiselano
Masalah bayi stunting, gizi buruk dan gizi kurang di Tahun 2022 di Maluku lanjut Pattiselano, masih cukup tinggi yaitu 26,1 persen karena tidak mencapai target.
Dengan Alokasi Anggaran sesuai regulasi minimal 9 persen dari setiap Pagu Anggaran di OPD dapat dialokasi untuk Penurunan Stunting, namun di Maluku tidak dapat mencapai target Prevelensi Penurunan Stunting yang ditetapkan Tahun 2022 sebesar 23 persen.
“Misalnya anggaran yang disediakan pada Dinas Kesehatan tentang Penurunan Stunting sebesar Rp 1.401.248.600, dari total anggaran tersebut hanya dialokasikan untuk perjalanan dinas sebesar Rp 939.599.000 dan belanja operasional lainnya sebesar Rp 461.649.600 sedangkan untuk belanja yang menjadi focus penurunan angka stunting yaitu penanganan lokus atau bayi kasus stunting untuk berbaiki gizi dan penanganan kesehatannya Rp 0,” rincinya.
Hal yang sama juga terjadi di Balai Paru dan semua OPD Mitra Komisi IV yang dititipkan anggaran penurunan stunting, belanja untuk perjalanan dinas dan operasional rata-rata lebih besar dari pada belanja untuk intervensi penangan lokus untuk bayi stunting.
Sehingga hal tersebut, sangat menyimpang dari Arahan Presiden RI, yang mewajibkan Pemerintah Daerah dalam penggunaan Anggaran Stunting, wajib sebesar 80 persen untuk penanganan lokus atau perbaikan gizi bayi stunting dan 20 persen sisanya untuk koordinasi, rapat, dan lainnya.
Tahun Anggaran 2022 Pemerintah Provinsi Maluku mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat untuk kegiatan penguatan penurunan stunting sebesar Rp 11.657.191.000, namun anggaran tersebut tidak terkonfirmasi dipergunakan untuk apa saja dan dilakukan oleh OPD mana saja.
Anggaran Pemasaran Pariwisata pada Dinas Pariwisata untuk promosi wisata Maluku dalam dan luar negeri sebesar Rp 6.984.996.864, tidak ada konfirmasi kegiatan-kegiatan promosi tersebut dalam bentuk apa dan siapa yang melakukan? Padahal sektor Pariwisata menjadi unggulan untuk meningkatkan Perekonomian Maluku.
“Penggunaan Dana Hibah dari Pemerintah Provinsi untuk kegiatan Pramuka yang dikelola oleh Kwarda Pramuka sebesar Rp 2.500.000.000 penggunaan tidak dapat dikonfirmasi, malahan berdasarkan aspirasi atau pengaduan dari salah satu Pengurus Kwarda Pramuka, ada dugaan Dana Hibah tersebut disalah gunakan,” katanya.
Fraksi PDI Perjuangan juga mengulik soal Perjaanjian Kerja Sama yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan PT Bumi Perkasa Timur tanggal 13 Juli tahun 2022 terkait pemanfaatan 140 Ruko di kawasan Mardika untuk jangka wakltu 15 tahun tidak didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 22 tahun 2020 tentang tata cara kerjasama antara daerah dengan daerah lain, dan kerja sama daerah dengan pihak ketiga.
“Sebagai contoh dapat dikemukakan, dari 140 Ruko yang diperjanjikan Kerjasama pemanfaatan, menurut beberapa emilik Ruko saat rapat dengar pendapat dengan Pansus DPRD tentang Pengelolaan Pasar Mardika, mereka membayar sewa ruko ke PT. Bumi Perkasa Timur antara Rp 112 juta sampai Rp 120 juta/tahun. Itu berarti Potensi PAD dari 140 ruko selama setahun kurang lebih Rp 15.680.000.000,” jelasnya.
Namun lanjut Pattiselano, akibat dari Perjanjian yang dibuat sepihak oleh Gubernur Maluku Pemerintah Daerah Maluku hanya mendapatkan PAD dari 140 ruko tersebut sesuai perjanjian, yakni, Tahun Pertama   Rp. 250.000.000,-
Tahun Kedua Rp. 4.750.000.000,-
Tahun Ketiga Rp. 2.500.000.000,-
Tahun Keempat Rp. 3.542.483.978,-
Tahun Kelima s/d tahun ke limabelas Rp. 4.329.702.641,-
“Itu berarti ada kerugian dari PAD yang tidak masuk ke Kas Daerah dari Sewa 140 unit Ruko sebesar kurang lebih Rp11 Milyar/tahun.
Dari Fakta tersebut, patut diduga ada Perbuatan Melanggar Hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Daerah,” tegasnya lagi.
Fraksi PDI Perjuangan juga merinci anggatan untuk Badan Penghubung Provinsi di Tahun 2022 realisasi belanja sebesar Rp 16.018.841.872 dan pada kolom belanja pemeliharaan sebesar Rp 6.106.910.475.
Dari besaran anggaran tersebut, tidak bisa dikonfirmasi apakah belanja pemeliharaan merupakan bagian dari rehabilitasi Mess Maluku.
Dari data yang diperoleh, semenjak Tahun 2020 – 2023, anggaran yang telah digelontorkan untuk rehabilitasi Mess Maluku di Jakarta kurang lebih Rp 20.295.346.000, namun sampai saat ini Mess Maluku tersebut belum bisa dimanfaatkan. Hal tersebut sangat berpotensi terjadi Pelanggaran Hukum yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara.
Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga membongkar miliaran rupiah yang digunakan di Sekretariat Daerah, diantaranya,
Anggaran Penyediaan Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah Tahun 2022 tergambar ada tiga bagian yang terpisah, masing-masing Rp 6.643.114.410, Rp 1.737.315.120, dan Rp 1.597.360.943 sehingga total berjumlah Rp 9.977.790.473.
“Anggaran yang begitu besar, tapi disisi lain Saudara Gubernur tidak tinggal dan mendiami Rumah Jabatan Gubernur yang disediakan oleh Negara. Apakah pemanfaatan anggaran tersebut yang tidak melekat dengan Rumah Jabatan Gubernur, sesuai peraturan perundang-undangan dapat dibenarkan atau tidak? Hal-hal tersebut tidak dapat terkonfirmasi karena ketidakhadiran OPD saat rapat komisi,” jelasnya.
Anggaran pada Sekertariat Daerah, diantaranya:
Fasilitasi Kunjungan Tamu sebesar Rp 9.874.008.562 (tidak terkonfirmasi berapa besar dipakai untuk sekali kunjungan Presiden, Menteri, Dirjen, dan lainnya.
Rapat Koordinasi dan Konsultasi SKPD sebesar Rp 5.555.260.459 (tidak terkonfirmasi output dan outcomenya dari rapat koordinasi tersebut dan berapa kali dilakukan dalam setahun).
Penyediaan Jasa Penunjang Urusan Pemerintahan sebesar Rp 13.027.792.292 (tidak terkonfirmasi dipakai untuk belanja apa-apa saja?). Namun dalam rinciannya terdapat::
Kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air dan Listrik sebesar Rp 3.364.042.200, sementara pada kode rekening yang berbeda juga ada kegiatan yang diperuntukan untuk penyediaan Komponen Instalasi Listrik/Penerangan/Bangunan Kantor sebesar Rp 223.520.000.
Penyediaan Jasa Peralatan dan Perlengkapan Kantor sebesar Rp
3.348.852.200, apakah ini bentuknya barang habis pakai? (3). Penyediaan Jasa Pelayanan Umum Kantor menelan anggaran yang sangat besar yaitu Rp 7.489.031.243.
Pemeliharaan Barang Milik Daerah Penunjang Urusan Pemeintahan Daerah menelan anggaran sebesar Rp 11.525.520.070.
Dari anggaran tersebut ada diperuntukan untuk biaya pemeliharaan/rehabilitasi
Sarana dan Bangunan lainnya sebesar Rp 4.092.260.613, sementara Rumah Jabatan Sekda merupakan Bangunan Gedung yang baru dibangun sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu dan juga jarang ditempati pada tahun 2022.
Ada juga Kegiatan Pemeliharaan/Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pendukung Gedung Kantor atau Bangunan lainnya sebesar Rp 2.131.578.078?, tapi tidak terkonfirmasi dimana lokasinya dan apakah terkait dengan kerja-kerja Sekertaris Daerah.
Satu kegiatan yang sama di lingkup Sekertaris Daerah tentang pengadaan pakaian dinas, nilainya berbeda-beda, yaitu untuk kode rekening 01.1.05.02 sebesar Rp 1.207.126.670, nilainya berbeda dengan kode rekening 01.1.11.03 sebesar Rp 1.162.185.516? Bagaimana kualitasnya dan jumlahnya sehingga terjadi perbedaan.
Pada kode rekening 01.1.12 tentang Fasilitas Kerumahtanggan Sekertaris Daerah, kegiatan dan sub kegiatan hanya digunakan oleh Sekertaris Daerah, namun dalam rinciannya terdapat Kegiatan Penyediaan Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah sebesar Rp 1.597.390.943.
“Selain itu sebenarnya berapa besar Kebutuhan dan Beban Rumah Tangga Sekertaris Daerah dalam satu tahun sehingga menghabiskan anggaran sebesar Rp 3.806.938.652, padahal disisi lain ada anggaran yang terpisah disediakan untuk Fasilitasi Tamu,” katanya.
Anggaran Fasilitasi Tim Penggerak PKK sebesar Rp 2.462.968.268 yang ditipkan pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa termasuk cukup besar jika dibandingkan dengan Program dan Kegiatan utama yang merupakan Tugas Pokok dan Fungsi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, padahal disisi lain Tim Penggerak PKK bukan merupakan bagian dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Dari anggaran sebesar itu dipakai untuk kegiatan-kegiatan apa saja serta output dan outcomenya seperti apa, tidak dapat terkonfirmasi sebab ketidak hadiran OPD Mitra pada saat pembahasan di Tingkat Komisi,” lanjutnya. (*)