SOROT  

Dishut Maluku Tak Kaji Amdal

-CV. SBM Babat Hutan Hutan Sabuai

AMBON, SPEKTRUM – Hutan Sabuai di Kecamatan Siwalalat Kabupaten Seram Bagian Timur dibabat, CV. Sumber Berkat Makmur (SBM). Pihak Dinas Kehutanan Provnsi Maluku mengaku tidak punya kewenangan mengkaji soal Analisa dan Dampak Lingkungan atau Amdal.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Maluku, Sadli Li mengatakan pihaknya tidak mengkaji persoalan Amdal tetapi hanya melakukan pengamanan terhadap hak negara dengan pemberian Izin Pengelolaan Kayu kepada CV. Sumber Berkat Makmur (SBA) di Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur.

“Berdasarkan keputusan bupati SBT nomor IUP 151/2018, CV SBA telah diberikan izin usaha perkebunan seluas 1.183 hektar dan lokasi ini seluruhnya berada pada Areal Pengguna Lainnya yang diperuntukan bagi pembangunan kegiatan di luar bidang kehutanan dan bukan merupakan kawasan hutan,” kata Sadli di Ambon, Minggu (23/02/2020).

Karena di APL tersebut ada tumbuh kayu secara alami, maka ada hak-hak negara yang harus dilindungi pada kayu itu berupa pembayaran revisi sumberdaya hutan serta dana reboisasi.

Untuk menagih hak negara ini, katanya maka perlu ada pemberian Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) sehingga sesuai aturannya IPK ini ada pertimbangan teknis dari Balai Pemanfaatan Hutan Produktif, sehingga melalui dasar ini Dishut menerbitkan IPK.

Kemudian IPK diterbitkan atas dasar adanya izin perkebunan, dan kami melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan IPK, dan yang melakukan pengawasan adalah pihak kabupaten.

Sehingga areal yang diberikan seluas 1.183 hektare itu tidak seluruhnya ada potensi kayu, maka dalam pertimbangan teknis Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) hanya memberikan areal pemanfaatan seluas 1.079 hektare.

“Itu lah dasar pemberian IPK dan kami memaknai ketika izin usaha pertambangan (IUP) B dikeluarkan, seluruh proses untuk sampai pada IUP B sudah selesai, termasuk sudah ada Amdal didamalnya,” jelas Sadli.

Jadi Dishut tidak mengkaji persoalan Amdal, tetapi hanya melakukan pengamanan terhadap hak negara dengan pemberian IPK.

Terkait dengan hak-hak ulayat, berbagai regulasi di republik ini mengakui dan mendukung pelaksanaan penegakan hak-hak ulayat masyarakat adat.

Pertama bukan sekedar diputuskan dalam putusan MK nomor 35 tahun 2015 tetapi mulai dari UUD 1945 pasal 28 B mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan UU Pokok Agraria, UU nomor 41 tahun 199 tentang Kehutanan, dan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Seluruh regulasi ini mengakui keberadaan masyarakat hukum adat selama masih ada dan harus punya legal standing yang dibuat dalam bentuk peraturan daerah.

“Kami akan mendorong seluruh masyarakat hukum adat akan memiliki kawasan hutan adat apabila telah memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang desa-desa adat,” tambahnya.

Dari situ tidak serta-merta bisa dilakukan tetapi harus diusulkan kawasan hutan itu menjadi kawasan hutan adat ke kementerian baru ada penetapannya.

Hentikan Penebangan

Aksi penebangan kayu yang dilakukan pihak CV Sumber Berkat Abadi di Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Timur, Maluku untuk sementara dihentikan sampai DPRD Maluku bersama Dinas Kehutanan provinsi dan LSM Save Sabuai selesai melakukan peninjauan lapangan.

“Pimpinan dan anggota komisi II DPRD provinsi akan melakukan on the spot akhir pekan depan, dan kami minta Dishut Maluku untuk sementara menghentikan aktivitas penebangan,” kata wakil ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw di Ambon, Minggu (23/02/2020).

Permintaan penghentian penebangan kayu ini awalnya diusulkan anggota Komisi II DPRD Maluku, Azis Hentihu dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD dengan Dishut provinsi, Direktur CV. SBA Yongky Quidarusman, serta koordinator LSM Gerakan save Sabuai, Usman Bugis bersama Azis Zubaid.

Tujuannya agar jangan sampai ada upaya dari pihak perusahaan untuk menghilangkan berbagai bukti lapangan yang dilaporkan pihak LSM, jadi aktivitasnya harus dihentikan sementara sampai selesai dilakukan peninjauan lapangan.

Baik Ketua Komisi II, Shanty Tethol maupun pimpinan dan anggota lainnya seperti Azis Hentihu, Fredy Rahakbauw, Temy Oersipuny, Wahab Laitupa, maupun Fauzan Alkatiry asal dapil Kaupaten SBT menyatakan perusahaan yang masuk dengan izin perkebunan dan mendapatkan Izin Pemanfaatan Kayu umumnya hanyalah modus.

Karena beberapa kasus yang terjadi di Pulau Buru atau di Pulau Seram misalnya, usai melakukan penebangan pohon menggunakan IPK lalu lahannya dibiarkan tanpa ada aktivitas pembukaan lahan perkebunan.

Akibatnya masyarakat sekitar lokasi penebangan yang menjadi korban keganasan alam akibat banjir, tanah, longsor, hingga kekeringan akibat debit air meninpis di musim kemarau.

Komisi II juga minta Dinas Kehutanan provinsi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan perusahaan perkebunan yang mengantongi IPK, termasuk CV. SBA.

Richard mengatakan, sudah disepakati dalam rapat bahwa ada terjadi perbedaan antara teman-teman LSM dengan Direktur PT. SBA, Yongky Quidarusman terkait dengan masalah izin perkebunan dan izin pemanfaatan kayu (IPK) di Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur.

“Karena itu kita punya kesimpulan melakukan on the spot ke lapangan guna mengecek kebenaran dari laporan yang disampaikan LSM maupun dari direktur PT. BSA,” tandas Richard.

Sehingga akhir pekan depan, DPRD akan turun langsung ke lokasi pembukaan lahan untuk perkebunan pala dan IPK yang sementara ditangani pihak perusahaan.

Koordinator LSM Gerakan Save Sabuai, Usman Bugis mengatakan, dalam melakukan aktivitas penebangan kayu, pihak persuaahaan hanya mendapatkan izin perkebunan pala yang beroperasi di Desa Sabuay, yang izinnya dikeluarkan sejak tahun 2018.

“Mereka juga melakukan pembersihan lokasi sebab masih banyak terdapat pepohonan sehingga mereka membersihkan lokasinya dengan modal mendapatkan IPK dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku,” katanya. (*/ANT/S-16)