BULA, SPEKTRUM – Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) serentak di seluruh daerah di Indonesia termasuk Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) tahun 2019 mendapatkan jatah kuota 70 orang, dan terbagi dalam beberapa formasi.
Namun formasi yang dibagi dari 70 kuota tersebut membuat publik gelisah. Pasalnya, tidak tersedianya kuota guru dan kesehatan di kabupaten SBT. Padahal kabupaten berjuluk Ita Wotu usa itu sedang mengalami kekurangan tenaga guru dan kesehatan, utamanya yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
Di beberapa sekolah misalnya hanya terdapat satu PNS. Sebut saja SMA Persiapan Tamher Warat yang hanya kepala sekolahnya berstatus PNS, lainnya adalah guru yang berstatus honorer. Sedangkan di beberapa Puskesmas dan Pustu di wilayah SBT juga tidak memiliki tenaga kesehatan berstatus ASN, hanya Kepala Puskesmas yang berstatus ASN, sisanya tenaga honorer. Bahkan kepala pustunya pun berstatus tenaga kontrak daerah.
Aktifis muda SBT, Aziz Al Zubedi kepada Spektrum di Bula, kemarin, mengungkap fakta mirisi tersebut. menurutnya, hal serupa masih banyak dijumpai di sekolah-sekolah dan puskesmas di kabupaten SABT.
“Mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, Pustu dan Puskesmas hingga rumah sakit umum daerah, bahkan rumah sakit Pratama Kataloka yang telah diresmikan oleh Bupati SBT juga kekurangan tenaga kesehatan,” ungkapnya.
Sari sekian banyak sekolah mulai SD, SMP hingga SMA dan sekitar 22 Pustu dan Puskesmas serta 2 unit RSUD di Bula dan di Pulau Gorom saat ini, masih membutuhkan tenaga guru dan kesehatan.
Namun, kata dia, keberpihakan Pemerintah Daerah SBT kepada dua profesi tersebut dipandang sebelah mata.
Disamping kekurangan tenaga guru, fakta lain yang ikut memperparah kondisi SBT, adalah kebijakan pemerintah daerah yang tidak tepat sasaran.
“Fakta di sekitar kita, banyak guru-guru diangkat jadi Pejabat Kepala Desa. Kebijakan ini tanpa dijelaskan secara detail. Publik tentu punya pengamatan tersendiri utamany soal kekurangan tenaga guru tapi diberi tugas lain. Sudah tentu lalai pada tugas awalnya selaku ASN menjadi guru di sekolah,” tandasnya.
Dengan kondisi kekurangan guru dan tenaga kesehatan tersebut, seharusnya pemda kabupaten SBT dalam hal ini bupati sebagai pengambil kebijakan untuk mengembalikan guru ke sekolah-sekolah.
Apalagi saat ini kuota CPNS untuk guru dan tenaga kesehatan tidak ada untuk SBT. Sehingga kekurangan guru mata pelajaran dapat dipenuhi di tengah kesulitan tenaga pengajar.
Selain itu tenaga kesehatan mesti direkrut oleh pemerintah daerah guna memenuhi kebutuhan puskesmas dan Pustu untuk melayani kesehatan masyarakat se-Kabupaten SBT.
“Karena dua profesi ini sangat berdampak dan bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat. Utamanya masyarakat yang hidup di pedesaan dan daerah terpencil,” timpalnya. (S-13)