Kejahatan penggelapan dana nasabah BNI 46 Ambon terkuak lagi. Klaim dana tak masuk sistim BNI justru terbantahkan. Ternyata ada nasabah yang setor dana ke kasir dan teller.
AMBON, SPEKTRUM – Fakta dana nasabah di setor ke kasir dan teller, namun diklaim tidak terdeteksi oleh sistim BNI. Jawaban BNI 46 Ambon itu, bertolak belakang dengan pengakuan nasabah. Manajemen risiko operasional internal bank plat merah ini dinilai tidak berjalan maksimal bahkan lemah.
Salah satu nasabah kepada Spektrum di Ambon Sabtu (01/02/2020) mengungkap kebobrokan BNI 46 Cabang Utama Ambon. Ia mengaku telah menyetor dana ke kasir sekaligus menerima bukti setoran dari teller BNI 46 Cabang Utama Ambon.
“Saya punya bukti setoran jelas. Ada satu lembar bukti setoran dari teller,” ungkap sumber ini, meminta namanya tidak perlu dipublikasikan oleh Spektrum.
Ia mengaku, akan membongkar semua ini saat pertemuan seluruh nasabah. “Nanti saya jelaskan saat pertemuan dengan seluruh nasabah,” ucap sumber ini namun, merahasiakan jumlah dana yang ia depositokan ke BNI 46 Ambon.
Sementara Pengamat Perbankan Ahmad Assel berasumsi, soal dana nasabah yang diklaim tidak masuk (terdaftar) pada sistim BNI, patut di ungkap oleh penegak hukum. “Harus di bongkar oleh Ditreskrimsus Polda Maluku. Jangan dibiarkan. Rujukannya ke pengakuan nasabah tersebut,” ujar Ahmad Assel saat dimintai komentarnya oleh Spektrum di Ambon, Minggu (02/02).
Ahmad menilai, manajemen risiko operasional BNI lemah, fungsi risk tidak berjalan optimal. “Harusnya sore hari saat tutup cabang, semua nota di verifikasi oleh verifikator. Proses verifikasi itu saat melihat ada kejanggalan pada voucher atau nota teller, harus ditanyakan dan diselesaikan di hari yang sama,” jelasnya.
Menurutnya, kasus di atas ada dua kemungkinan yakni bisa saja team verifikator tidak memahami tugasnya, dan mungkin sengaja membiarkan kejahatan itu terjadi.
“Kejahatan sitimik ini tidak bisa dianggap remeh oleh institut penegakan hukum. Dampaknya akan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap semua institusi perbankan di Maluku,” tegasnya.
Dikemukakan, semua masalah perbankan kebanyakan mengulangi masalah yang pernah terjadi. Berulangnya masalah yang sama menunjukkan bank tidak belajar dari kesalahan. Padahal para bankir tentu amat hafal, dimana bank berbeda dengan perusahaan jasa lainnya.
“Bank beroperasi di atas kepercayaan nasabah. Tanpa kepercayaan nasabah, bank tinggal menyisakan papan nama saja. Sedangkan dimensi emphaty dan tangibles mengalami penurunan tidak begitu berarti,” ulasnya.
Ahmad berujar, kualitas pelayanan perbankan menjadi indikator konkret untuk menciptakan kepercayaan pemahaman tentang perbankan dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
Karena itu aneh, lanjutnya, saat nasabah tidak merasa puas (yang berarti ada masalah), nasabah hanya menanggung sendiri akibatnya, tanpa ada pengakuan bersalah dari pihak bank.
Akibatnya dirasakan hanya oleh nasabah, tanpa di sadari telah mengancam reputasi bank. Integritas bank menunggu waktu untuk di keroposi buruknya pengelolaan. Pengelolaan yang hanya ingin mementingkan pihak bank sendiri. Inilah yang pernah terjadi di tengah kita,” ungkapnya.
Merujuk krisis perbankan nasional 1998, dia mengimbau, semua intitusi perbankan khususnya BNI 46 Ambon, perlu banyak menarik pelajaran dari pengalaman 1998 itu. Karena, mereka tidak perlu ragu lagi menerapkan GCG dalam banknya masing-masing, demi terciptanya bank yang sehat.
Ahmad mengemukakan lima alasan pentingnya kesehatan perbankan. Pertama, keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank runs) sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank.
Kedua, penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect sehingga berpotensi menimbulkan system problem. Ketiga, proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit.
Empat, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress).
Kelima, ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makroekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter. Dalam penuntasan kasus ini pihak Ditreskrimsus Polda Maluku diharapkan, agar tidak lengah.
Konspirasi Internal
Koordinator Paparisa Perjuangan Maluku, Fadhly Tuhulele menilai, ada konspirasi internal di BNI 46 Cabang Ambon seputar skandal pembobolan dana nasabah mencapai ratusan miliar.
“Seharusnya pihak BNI profesional menyikapi kejahatan yang terjadi. Ini bagian dari konspirasi jahat internal. Sebab Faradiba bukan aktor tunggal, tetapi melibatkan beberapa pimpinan cabang, dan oknum berwenang lainnya. Tanggungjawab BNI menyelesaikan dana nasabah yang sudah digelapkan. Keterlibatan oknum ain patut diungkap oleh polisi,” tandas Fadhly Tuhulele kepada Spektrum, Minggu (02/02).
Fadhly juga menyalahkan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Maluku. “Pengawasan OJK lemah. Seharusnya jika ada temuan (dana nasabah digelapkan), seperti yang di ungkap nasabah BNI 46 Ambon, mestinya disampaikan ke Dirut BNI Pusat agar masalah tersebut diseriusi. Bukan sebaliknya didiamkan,” kritiknya.
Dia mendorong, BNI 46 Ambon segera mengembalikan dana nasabah yang sudah digelapkan. Pengembalian dana nasabah wajib ditindaklanjuti pihak BNI. “Masalah ini akan kita sampaikan juga kepada Dirut BNI Pusat,” katanya.
Fakta Baru
Salah satu nasabah potensial BNI Cabang Utama Ambon mengungkap fakta baru kepada Spektrum di Ambon Jumat 31 Januari lalu. sumber menyebut, sudah delapan kali pertemuan dilakukan pihak BNI dengan puluhan nabsah yang menjadi koroban. Dua kali pertemuan di Hotel Santika Ambon, dan enam kali di kantor BNI Cabang Utama Ambon.
“Dari delapan kali pertemuan itu, saya dan nasabah lainnya hanya dijanjikan oleh pihak BNI bahwa uang kami akan diganti. Tapi sudah berbulan-bulan ini, belum juga dibayar,” ungkap sumber tersebut, kepada Spektrum di Ambon, Jumat (31/01/2020), seraya meminta namanya dirahasiakan.
Sumber mengaku, tidak ada pernyataan resmi dan ketegasan dari pihak BNI Cabang Utama Ambon maupun BNI Pusat untuk gani rugi dana nasabah tersebut. selain dijanjikan oleh pihak BNI, pihak OJK juga demikian.
“Saat pertemuan itu, ada pihak OJK yang hadir. Mereka hanya bilang kami untuk bersabar saja. Pihak BNI baik wilayah maupun BNI Pusat juga hadir. Tapi tidak ada kejelasan. Mereka hanya beri janji untuk ganti uang kami,” tandas sumber dengan mimik kesal.
Menyinggung janji untuk pembayaran kapan dilakukan, menurut sumber ini, pihak BNI juga mengatakan akan mengganti dana para korban, jika proses hukum perkara ini sudah sampai tahap P21.
Ia kesal, dengan keterangan dari pihak BNI ang menyatakan dana di setor tapi tidak terdaftar dalam sistim.
“Saya setor dana langsung ke kasir tepanya di dalam kantor BNI. Sorenya diberikan bukti setoran dan print buku kepada saya. Bagaiaman kemudian pihak bank bilang setoran tidak tercatat pada sistim. Pertanyannya kita mau percaya sistim BNI yang sah itu yang mana?” sentil sumber dengan roman bingung.
Dia mengaku, semua bukti setoran ada. Bahkan ada tanda tangan unsur pimpinan BNI yakni Faradiba Yusuf dan Rizky. Mereka teken bukti setoran nasabah ini dengan meterai 6000.
“Ada bukti setoran, ini sudah selesai. Selama ini BNI tidak terbuka menjelaskan hal ini kepada kami. Yang mereka sibuk tentang masalah pidana saja. Sedangkan soal perdata ini terkesan diabaikan,” kesalnya.
Menyinggung apakah sudah pernah diperiksa pihak Ditreskrimsus Polda Maluku, sumber ini membenarkannya. “Sudah tiga kali kami dipanggil memberikan keterangan sebagai saksi terkait perkara ini,” terangnya. (S-14/S-07)