AMBON, SPEKTRUM – Selain menganiaya anak bungsunya GL (3) hingga meninggal dunia, tersangka Vance Loppies (42) juga sebelumnya menganiaya anak pertamanya (tertua) yang saat itu berusia 3 bulan, hingga meninggal dunia pada 12 Desember 2012.
Ibu korban, pendeta Hesty kepada Spektrum di Ambon, Rabu (29/01/2020) mengungkapkan, kisah tragis dibalik kematian anak pertamanya yang saat itu berusia 3 bulan. Dia dibunuh karena kekerasan yang dilakukan tersangka.
Bahkan sehari setelah menikah, Ibu korban mengaku sudah mendapat perlakuan kasar atau kekerasan dari tersangka. Kejadian KDRT dan penganiayaan terhadap anak pertama itu, terjadi di Meraoke, saat ibu korban bertugas sebagai Hamba Tuhan (pendeta) di salah satu Jemaat disana.
“Perlakukan kasar itu saya terima sehari setelah menikah, hingga akhirnya anak pertama lahir dan sering mendapat perlakuan kasar dari dia (tersangka). Hingga pada usia 3 bulan, penganiayaan itu terjadi dan mengakibatkan anak pertama kami meninggal dunia,”ungkap ibu Korban.
Dia juga mengaku, persoalan KDRT dan kematian anak pertamanya pernah dilaporkan ke salah satu Polsek, yakni Polsek Nokenjerai di Meraoke (sekitar daerah tempat tugasnya sebagai pendeta), namun hal itu tidak ditindaklanjuti. Bahkan saat kematian anak pertamanya, polisi dari Polsek setempat juga mendatangi rumah mereka.
“Saat anak pertama meninggal, polisi datang, sebenarnya mau dilakukan wawancara dengan saya dan rencananha akan di outopsi, tapi entah bagaimana, karena saya kebutulan sendiri di sana dan tidak punya keluarga, dan keluarga tersangka semua disana (Meraoke). Saat itu keluarga papa mertua yang bicara dengan polisi, dan mereka menolak untuk dioutopsi. Jadi tidak dilakukan, dan kasusnya tidak ditindaklanjut,”ujarnya
Padahal kepada Polisi, tersangka mengaku bahwa anak pertamanya meninggal karena sakit. Hal otu bahkan disampaikan Kapolresta Pulau Ambon saat merilis kasus pembunuhan tersebut.
Bahkan kepada penyidik, tersangka mengaku menganiaya korban (GL) karena rewel saat dimandikan, sementara pernyataan warga, penganiayaan itu terjadi tengah malam, saat korban sedang tidur.
Setelah itu, lanjut Pdt. Hesty, dirinya memilih meninggalkan tugasnya di Sorong dan kembali ke orang tuanya di Masohi. Kepulangan ibu korban itu kemudian diikuti tersangka, hingga akhirnya mereka memiliki 2 orang anak lagi.
Namun sejak 2 (dua) tahun terakhir, akibat terus menerus mendapat KDRT, korban memilih kembali ke rumah orang tuanya. Merekapun berpisah tanpa cerai.
Hingga suatu saat, ibu korban sedang pengurusan di Kota Ambon, dan menitipkan anak bungsunya itu disalah satu kerabat tersangka di Halong, namun karena terlambat menjemput anak bungsu (GL) nya itu, kerabat kemudian menghubungi tersangka untuk mengambil anaknya itu.
“Saya hanya terlambat karena waktu itu masih ada urusan, pas datang, ternyata merekaa sudah kasih anak saya ke papanya. Waktu itu Saya pergi untuk ambil, tapi tersangka tidak mau kasih, terjadi pertengkaran, dan dia minta waktu 1 minggu lagi. Namun tepat 1 minggu (total 2 minggu), anak saya sudah seperti ini (meninggal),”tuturnya.
Terkait dengan peristiwa ini, ibu korban berharap, tersangka dihukum seberat beratnya, bahkan jika hukum mengijinkan, hukuman seumur hidup.
“Anak saya sudah meninggal. Siapapun tidak akan terimah ini. Bahkan Tuhan pun tidak akan sanggup mengampuni dia (tersangka). Untuk itu saya berharap, polisi dapat menghukum dia seumur hidup,”tandasnya.
Proses hukum lanjut kasus ini, Ibu korban (Hesty Parihala) Rabu siang (29/01/2020) telah dimintai keterangan oleh Penyidik Polresta Pulau Ambon. Selain menanyakan terkait kematian GL. Penyidik juga mempertanyakan soal pembunuhan terhadap anak pertama di Maraoke. (S-01)