AMBON, SPEKTRUM – Upaya warga negara mencari keadilan masih terbentur dengan perilaku oknum bermental bobrok. Disinyalir ada permainan perkara di instansi peradilan wilayah Maluku.
Bila pencari keadilan hendak menanyakan perkara yang disidangkan misalnya level pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Negeri (PN) Ambon, justru oknum staf pegawai PN Ambon tidak transparan menjelaskan, bahkan berbelit-belit dan mempersulit.
“Saya menduga ada permainan oknum staf di Pengadilan Negeri (PN) Ambon untuk mempersulit saya sebagai pencari keadilan. Padahal, saya hanya menanyakan putusan perkara dari Pengadilan Tinggi (PT) Ambon. Namun, staf bernama Daud Samadara selalu memberi jawaban berbelit-belit dan tidak masuk akal. Saya menduga ada permainan terhadap sebuah perkara peradilan. Ini dapat menciderai nama baik instansi Pengadilan Negeri Ambon sendiri,” ungkap Ansye Tobing/Anthony kepada Spektrum, Senin, (13/01/2020) di Ambon.
Ansye mengaku, dirinya adalah korban perbuatan suaminya. Persidangan telah digelar di PN Ambon sebelumnya. Putusan Majelis Hakim terhadap perkara korban Ansye dengan suaminya, Herbert Lumbung Tobing (terdakwa-red) telah divonis hakim PN Ambon tanggal 12 Desember 2019.
“Setelah di PT Ambon putusannya pada tanggal 18 Desember 2019, dan salinan putusan itu telah disampaikan di PN 20 Desember 2019. Tetapi, setelah saya datang menanyakan hasil PT Ambon, justeru si Daud mengatakan kalau nanti ditampilkan di online. Hari berikutnya saya menanyakan lagi, jawaban berbeda. Kata Daud, sistim pada jaringan lagi terganggu,” kata Ansye meniru penjelasan Daud Samadara.
Dijelaskan, putusan PN Ambon, terdakwa Herber Lumbung Tobing divonis 1 tahun 7 bulan penjara. Namun, oleh Penasehat Hukum dan terdakwa bersepakat untuk melanjutkan langkah hukum ke tingkat banding.
“Atas putusan hakim PT Ambon, saya diberitahu pihak PT Ambon kalau putusannya sudah dibacakan pada 18 Desember 2019. Dan menurut pihak PT Ambon, salinan amar putusan telah diberikan ke PN Ambon. Namun, sewaktu saya datang menanyak lagi pada Senin, 13 Januari 2020, si Daud mengatakan, komputer mereka mengalami gangguan sistim. Saya bertanya, dalam SOP (Standar Operasional Pelayanan) tidak menjelaskan tentang sistim gangguan maupun error. Tetapi tentang kinerja dan pelayanan mereka (PNS/ASN-red). Jadi, saya menduga ada permainan perkara oleh oknum-oknum di Pengadilan Negeri Ambon,” ulas Ansye bernada emosi.
Selaku korban ia sempat bersih tegang dan bersuara lantang, bahkan sempat terjadi kegaduhan di ruang pelayanan PN Ambon sekira pukul 11:00 WIT, saat datang mengecek hasil putusan PT Ambon ke PN Ambon.
Seharusnya, kata dia, petugas yang melayani di bagian pengaduan adalah staf pegawai aktif, dan bukan pegawai honorer.
“Saya minta kepada Kepala PN Ambon untuk menindak tegas kepada si Daud Samadara yang tidak becus melayani masyarakat yang mencari keadilan. Dan juga pelayanan harus diberi staf pegawai aktif, dan bukan pegawai honor yang ditempatkan di bagian pelayanan pengaduan. Karena ini akan menurunkan penilaian kinerja instan atau lembagan tersebut,” tandas Ansye Tobing/Anthony.
Dia menduga, dengan pernyataan yang disampaikan Daud Samadara, dirinya menduga ada permainan perkara di lembaga peradilan, khususnya PN Ambon.
“Kalau sampai terjadi seperti itu, saya yakin, ke depan citera dan kinerja seorang Daud Samadara, bisa menderai lembanga PN Ambon,” pungkasnya. (S-05)