dr. David Santoso T, SpKj, MARS, Direktur RSKD Ambon
AMBON, SPEKTRUM –
Gangguan tidur ternyata merupakan tanda-tanda awal gangguan kejiwaan. Jika tidak
segera ditangani secara medis, akan meningkat menjadi depresi dan gangguan
psikotik lainnya. Bahkan dalam tingkatan tertentu, dapat memicu terjadinya bunuh
diri.
Hal ini diungkapkan David Santoso, Direktur Rumah Sakit
Khusus Daerah (RSKD) Ambon, di ruang kerjanya, Selasa (7/10/2020).
“Orang sering minum obat tidur tanpa konsultasi. Mencari dan
memenuhi kebutuhan obat dengan cara sendiri. Sampai kadang menggunakan Nafsa.
Tidak boleh itu”, tandasnya.
Menurutnya, orang sering keliru berpendapat tentang gangguan
jiwa. Kebanyakan awam menyebut gelandangan psikotis saja yang disebut mengalami
gangguan jiwa. Padahal kecemasan dan depresi sudah termasuk gangguan jiwa. Sedangkan
yang biasa terlihat menggelandang, sudah mengalami gangguan jiwa parah.
Ia menyarankan, terapi lebih awal sangat membantu pasien sembuh
dan memungkinkan seseorang dapat tidur nyenyak. Jika tidur cukup, pikiran dan
perasaan menjadi nyaman. Penyakit psikosomatis pun tidak gampang timbul jika
seseorang merasa bahagia.
Warga Memeriksakan Kesehatan Diri di RSKD, Ambon
Dikatakan, di negara-negara maju seperti di Taiwan, orang sudah memiliki kesadaran tinggi terkait pentingnya kesehatan jiwa. Bahkan sebelum adanya Covid-19. Mereka rajin mengunjungi pusat kesehatan. Sudah memakai masker jika sakit, agar tidak menulari lainnya.
“Di Taiwan, masyarakat benar-benar peduli (kesehatan-red). Sejak sebelum Covid. Itu mengapa angka positif Covid-19 rendah. Mereka disiplin”, ungkapnya.
Penyakit seperti maag dan sakit kepala, lanjut David,
seringkali merupakan penyakit psikosomatis atau penyakit yang timbul karena
gangguan jiwa ringan yang tidak segera ditangani, seperti kecemasan
berkepanjangan. Setelah diperiksa, bukan sekedar penyakit organik. (S.17).