SAUMLAKI, SPEKTRUM – Setelah pekerjaan proyek Embung untuk
menampung air selesai, ternyata belum masuk ke daftar aset daerah Kabupaten
Kepulauan Tanimbar (KKT). Kejanggalannya proyek yang dikerjakan tahun 2018 oleh
CV. Meillan itu, meski telah menghabiskan anggaran Rp.2.5 miliar lebih, dari Dana
Alokasi Khusus (DAK) APBD tahun 2017, justru belum dimauskkan ke aset daerah.
Bukan
saja perusahaan membohongi warga, dimana belum membayar material milik warga
dan lahan, hingga kini proyek itu belum tercatat menjadi aset Pemerintah Daerah
Kabupaten Kepulauan Taniambar.
Hal ini diakui Kepala Bidang (Kabid) Aset Daerah KKT, L. E. Laiyan, saat dikonfirmasi Spektrum, Rabu (8/7/2020) di Saumlaki. ia membenarkan proyek Embung di Desa Lemdesar Barat tersebut, sampai sekarang kontraktor belum juga memasuknya untuk menjadi aset daerah.
“Proyek
Embung atau untuk menampung air di Lamdesar Barat, Keppulauan Tanimbar itu, dikerjakan
CV. Mailla. Tapi sekarang belum disampaikan dan diusulkan ke Bagian Aset
Daerah. Kami belum bisa memrosesnya juga sekarang,” ungkap Laiyaan.
Proyek
pembangunan Embung ini menggunakan lahan masyarakat Desa Lemdesar Barat,
Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Anggaran sebesar Rp.2,5 miliar lebih, tapi
anehnya hak warga desa setempat belum dibayar. Bahkan material yang diambil
kontraktor untuk pekerjaannya, justru membohongi warga. Material dan lahan
warga tak dibayar.
Sebelumnya, salah satu Tokoh Pemuda Desa Lemdesar Barat, Piter Luturmas, mengungkapkan. proyek Embung itu dibangun di desanya, pihak pelaksana proyek atau Pemda KKT belum membayar lahan mereka. “Ini kan hak warga yang harus diperlakukan sesuai UU dan aturan yang berlaku. Padahal pekerjaannya sudah rampung pada tahun 2018 lalu,” ungkap Piter Luturmas, kepada Spektrum, Senin (6/7/2020).
Mestinya,
lahan dan matrial dibayar Pemda kepada masyarakat desa setempat. justru itu
belum irealisasikan. “Belum lagi kontraktor mengambil material dari warga, dia
berjanji untuk diselessaikan. Tapi sampai sekarang belum dilunasi,” beber Piter
Luturmas kesal.
Proyek
tersebut yang dimenangkan oleh CV.Meillan di Ambon. Dengan nilai tender proyek
sebesar, Rp.2.550.000.000.00, dari DAK tahun anggaran 2017. “Pihak keluarga
hingga saat ini mengharapkan Pemda agar menyelaisaikan pembayaran tersebut agar
aset tersebut biasa menjadi milik Pemda,” akuinya.
Ia
juga membeberkan pekerjaan proyek ini sampai sekarang belum terdaftar pada
BPKAD Pemda KKT. Padahal proyek tersebut mengunakan DAK tahun anggaran 2017.
“Seharusnya
proyek ini di input ke data base bidang aset. Tapi saya heran, sampai Juli
2020, tidak ter-input ke data base Pemda KKT. Ini buat kita bingung. Bagaimana
sampai BPKAD KKT tidak mengetahui proyek ini, padahal menggunakan DAK Pemda,”
timpalnya.
Yang
jadi problem, lanjutnya, Dinas PUPR KKT dan kontraktor belum menyelesaikan
masalah lahan dan material yang digunakan saat pembangunan embung-embung.
“Mestinya
dinas terkait bersama kontraktor bertemu dengan pihak keluarga pemilik lahan
untuk diselesaikan. Sebab sesuai Peraturan Presiden Nomor: 71 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. Itu ada payung hukumnya,” tegasnya.
Piter
berharap, Pemda melalui Bupati KKT agar secepatnya memanggil dinas terkait
serta kontraktor untuk menyelesaikan masalah ini.
“Bupati Petrus Fatlolon, sebagai anak adat Desa Lamdesar Barat juga, memiliki tanggung jawab moril atas permasalahan yang dialami marga Basaur di Desa Lamdesar Barat,” pungkasnya. (MG-10)